Setidaknya terdapat beberapa tradisi di dalam lingkungan syuriyah dan tanfidziyah Nadlatul Ulama untuk tingkat pengurus besar (PB). Tradisi yang dimaksud adalah tradisi yang tidak termaktub di dalam AD-ART, namun diaksanakan dalam suatu tradisi sejak semula. Tradisi tersebut adalah: (1) seorang syuriyah haruslah memiliki pondok pesantren. (2) tidak ada pergantian di dalam jabatan rais aam syuriyah PBNU. (3) seorang ketua tanfidziyah adalah seorang yang telahbmelengkapi rukun islam yang lima yaitu: haji.
Tradisi yang pertama dilaksanakan secara kebudayaan di dalam rangka menjamin keulamaan pribadi rais aam. Hal inilah mengapa KH Anwar musaddad tidak terpilih sepeninggal KH. Bisri Syamsyuri tahun 1982. Salah satu alasannya adalah karena KH. Anwar Musaddad tidak memiliki pesantren. (Bruinnessen, 1999).
Di dalam kebiasaan muktamar, tidak ada pemilihan dan apalagi pergantian Rais Aam Syuriyah. Hal ini karena jabatan Rais Aam merupakan jabatan keulamaan, (Tholchah Hasan, 2004), yang meminjam istilah KH Hasyim Muzadi merupakan lapangan keluhuran.
Syuriyah lapangan keluhuran. Tanfidziyah lapangan kemasyhuran. Politik lapangan permainan. (KH. Hasyim Muzadi, 2010)
Bahwa seorang ketua tanfidziyah PBNU merupakan seorang yang setidaknya sudah haji, hal inin dalam tradisinya adalah di dalam rangka menjaga performa saja. Jangan sampai ketua organisasi Islam performanya kurang. Selayaknya da'i-da'i seleb yang muncul secara masif--sebagian karena media sosial--sedang ia baca Al-Quran saja salah, dan menyebutkan nomor ayat dan surahnya saja juga salah. Menulis hurufnya pun juga keliru.
Disamping itu, terdapat suatu tradisi di lingkungan NU yang tersirat di dalam AD-ART yang sekaligus menjadikan NU sebagaimana pesantren sebagai sub-kultur tersendiri dalam masyarakat Indonesia. Tradisi tersebut adalah supremasi Syuriyah yang dalam kaitannya dengan organisasi adalah mutlak adanya. Tentu saja ini dalam rangka melaksankan perintah Al-Quran "athii'ullaha wa athii'urrasul, waulil amri minkum" dalam konteksnya yang khas. Karena syuriyah merupakan representasi ulama, dan menaatinya adalah juga melaksanakan ayat tersebut dan hadits nabi yang menyatakan ulama adalah pewaris nabi.
Kira-kira, dimanakah diantara tradisi-tradisi tersebut di atas yang tetap dan yang berubah, yang akan dicerminkan dari Muktamar ke-34 kali ini?
Malang, 20 Jumadil Ula 1441 H / 24 Desember 2021 M
R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
Penulis, tinggal di Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar