Rabu, 26 Mei 2021

Doktrin Keselamatan dalam Islam


(Download di sini!)

Ada seorang tokoh yang saya mendengar ia mengatakan bahwa perdebatan antar agama terkhusus Islam dan Kristen telah berkembang sedemikian rupa.

Saya menjumpai di media sosial beberapa pertanyaan berkenaan dengan doktrin keselamatan di dalam Islam. Dikaitkan dengan doktrin keselamatan dalam agama Kristen, pertanyaan itu dilontarkan dalam pengungkapan: “apakah keselamatan dalam Islam itu berdasarkan Iman atau perbuatan?”. Saya sendiri mendengar seorang tokoh Kristen seperti Stephen Tong mengatakan: “Iman tanpa perbuatan mati adanya.” (CD Filsafat Asia (CD-1))

Ada sangkaan dari beberapa kalangan non-Islam bahwa masyarakat muslim tidak yakin akan keselamatannya di hari akhir. Dengan kata lain, konsep keselamatan dalam Islam tidak jelas. Untuk keperluan menjelaskan hal inilah maka tulisan ini dibuat.

Di dalam Islam sendiri, keselamatan itu pada dasarnya dilandaskan kepada ‘rahmat (kasih sayang) Allah.’ Namun di dalam pernyataan ini, perlu diuraikan beberapa pembahasan, yaitu:

(Pertama): Pada dasarnya, Al-Qur’an menyatakan bahwa: “orang yang beriman dan beramal shaleh maka ia mendapatkan surga.” Al-Qur’an di dalam beberapa ayatnya menjelaskan demikian. Misalnya di dalam Surah Al-Kahfi, (18):107 berikut ini:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلا (١٠٧)

Artinya:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal,

(Kedua) bahwa kekuasaan Allah dalam otoritasnya sebagai Tuhan, tidak bisa diungguli dan ditekan oleh siapapun. Di dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa: “Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu.” Misalnya di dalam QS. Al-Hadid, (57):2 dijelaskan:

  لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٢)

Artinya:

Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

(Ketiga) Di dalam Hadits nabi dikatakan bahwa amal manusia tidak akan mengantarkannya ke dalam Surga, dan juga tidak menyelamatkannya dari api neraka. Manusia selamah hanya atas dasar kasih sayang Allah saja. (Hadits Riwayat Muslim)

Dari point pertama di atas, dapat dijelaskan bahwa ketentuan umum keselamatan didasarkan kepada dua hal yaitu: (1) Iman kepada Allah; dan (2) Amal yang baik. Berdasarkan kajian kebahasaan dapat dijelaskan, bahwa karena klausa: “Iman kepada Allah” disebutkan pertama kali, maka ini menjadi prasyarat diterimanya amal kebaikan. Dengan demikian maka “amal yang baik” tidaklah diterima dan tidak berpahal di sisi Allah tanpa adanya Iman. 

Dengan demikian maka permasalahan mengenai “amal yang baik yang tidak dilaksanakan berdasakan Iman” telah selesai dan terjawab sudah. Kemudian para ulama Islam membahas mengenai perihal: “Iman yang tidak disertai dengan amal yang baik.” Kalangan Ahlussunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa ketentuan bagi seseorang beriman yang tidak beramal baik (berperilaku jahat) maka ia pada dasarnya masuk surga. Akan tetapi, karena dosanya maka ia menjadi terhalang darinya (surga) sementara. Untuk itu ia harus menebus amal buruknya dengan menjalani hukuman di neraka. Hal ini berbeda dengan orang-orang yang Kafir. Mengenai hal ini maka orang-orang yang disebut terakhir itu adalah kekal adanya di dalam neraka. Di dalam Al-Qur’an dikatakan demikian seperti di dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah, (2):161-162 dijelaskan, bahwa orang-orang kafir yang mati dalam keadaan kekafiran kekal di dalam neraka:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (١٦١) خَالِدِينَ فِيهَا لا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلا هُمْ يُنْظَرُونَ (١٦٢) 

Artinya:

Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam Keadaan kafir, mereka itu mendapat la'nat Allah, Para Malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam la'nat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.

Namun demikian, harus ditekankan di sini bahwa penjelasan mengenai point pertama ini merupakan suatu ketentuan umum. Hal itu merupakan janji Allah kepada ummat manusia. Yakni bahwa hanya orang yang beriman dan beramal shalehlah yang akan dimasukkan Allah ke dalam surga.

Di sisi lain harus dipahami bahwa Allah maha kuasa adanya. kekuasaanny dan kehendaknya tidak bisa dibatasi siapapun kecuali Allah sendiri. Allah memiliki sifat maha kuasa dan maha berkehendak. Segala apa yang terjadi berjalan atas kehendak dan kuasa-Nya. Inilah yang dapat kita pahami dari Al-Qur’an Surah Al-Hadid (57):2 di atas.

Jika penjelasan akan point pertama dan point kedua kita gabungkan adanya, maka dapat dipahami beberapa konsekuensi, yaitu:

  1. Allah dapat dan mungkin saja bekehendak melaksanakan ketentuan umum-Nya yakni bahwa orang yang beriman dan beramal shaleh dimasukkan ke dalam surga. Dengan demikian Allah menepati janji-Nya.
  2. Allah dapat dan mungkin saja berkehendak dan melaksanakan di luar ketentuan tersebut, yakni: (a) bisa saja orang yang beriman namun ‘tidak beramal baik’ dimasukkan ke dalam surga; dan (b) orang yang yang beriman dan beramal shaleh dimasukkan ke dalam neraka; atau (c) orang yang kafir dan beramal baik dimasukkan ke dalam surga; atau (d) orang yang kafir dan tidak beramal baik dimasukkan ke dalam surga. Allah maha kuasa atas segalanya itu dan tidak ada yang dapat menentang kehendak-Nya ataupun menghalangi kuasa-Nya.

Di dalam hal demikian ini maka kita akan memahami bahwa segalanya berjalan di atas kehendak dan kuasanya. 

Pemahaman akan hal ini juga akan mengantarkan kita ke dalam pemahaman hadits nabi yang menyatakan: “bahwa segenap manusia, dan bahkan nabi sendiri masuk surga karena rahmat (kasih-sayang) Allah semata.” Bukan karena yang lain.

Beberapa orang yang membaca ini mungkin akan bertanya: “Jika Allah memasukkan orang yang beriman dan beramal baik ke dalam neraka, dan orang kafir dan beramal buruk ke dalam surga, bukankah itu semua tidak adil adanya?.”

Jawaban akan hal ini adalah: “iya, hal itu memang tidak adil.” Akan tetapi, jika Allah berkehendak melaksanakan-Nya demikian apa mau dikata? Apa kuasa kita akan menentang. Kita tidak selayaknya memaksa-maksa Tuhan untuk melaksanakan keinginan kita. Allah maha berkuasa dan maha berkehendak atas segala sesuatu.

Kemudian, mungkin akan ada pertanyaan lagi dari sebagian kalangan: “Jika demikian, lalu apa gunanya kita beriman?, apa gunanya kita beramal kebaikan?. Bukankah semua atas dasar kehendak dan kuasa Allah semata?. Manusia masuk ke dalam surga atas dasar kasih sayang Allah bukan?.”

Jawaban akan hal ini dapat dikemukakan dalam dua hal, yaitu: (1) kita selayaknya melaksanakan ketentuan umum dalam ajaran Tuhan; (2) bahwa ketundukan kita kepada ajaran dan ketentuan Tuhan adalah usaha dalam meraih kasih sayang (rahmat)-Nya. Masyarakat muslim yang taat akan senantiasa menyadari bahwa ketundukannya kepada Tuhan akan mengatarkannya kepada kasih sayang-Nya. Kiranya inilah yang menjadi pemahaman masyarakat Muslim, yang kemudian membawanya ke dalam suatu persangkaan ‘orang luar’ bahwa orang Islam tidak yakin akan diselematkan.

Di dalam Al-Qur’an Allah melukiskan (menceritakan) pengungkapan Nabi Isa berkenaan kuasa dan kehendak Allah ini. Di dalam Al-Qur’an Surah Al-Maaidah, (5):118 Allah menceritakan perkataan nabi Isa (‘alaihi assalam) sebagai berikut:

إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (١١٨)

Artinya:

Jika Engkau menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.


Malang, 14 Syawal 1442 H / 26 Mei 2021


R. Ahmad Nur Kholis


Tidak ada komentar:

Posting Komentar