Rabu, 30 Juni 2021

KONSEP AYAT-AYAT MAKKIYAH DAN MADANIYYAH


(Download di sini!)

Di dalam kajian Studi Al-Qur’an kajian mengenai ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah merupakan suatu bidang pembahasan yang tersendiri. Hal ini dikarenakan, seiring dengan perkembangan studi Al-Qur’an, bidang kajian makkiyyah dan Madaniyyah menjadi demikian mendalam dan terkonsep lebih rapi. Para ulama menjelaskan bahwa memahami Makkiyyah dan Madaniyyah memiliki banyak manfaat. Diantaranya adalah: (1) mengetahui ayat yang lebih dahulu dan lebih belakangan turun; (2) mengetahui ayat-ayat yang nasikh (merevisi) dan ayat-ayat yang mansukh (direvisi); (3) mengetahui ayat-ayat yang datang dalam tema dan konteks khusus (takhsis); (4) membantu para penafsir untuk menafsirka Al-Qur’an; (5) mengkaji gaya bahasa (uslub) Al-Qur’an; (6) sebagai salah satu bahan di dalam mengetahui sejarah perjalanan nabi (sirah nabawiyyah). Point pertama dan point kedua memiliki hubungan, yaitu bahwa ayat yang turun belakangan bisa saja merevisi ayat yang sebelumnya. Hal ini penting untuk diketahui jika suatu ayat dengan ayat yang lain terlihat bertentangan. Point ketiga dari manfaat memahai makkiyyah dan madaniyyah adalah untuk mengetahui cakupan dan batasan hukum yang dikandung suatu ayat Al-Qur’an. 

Ada 2 (dua) metode yang digunakan oleh para ulama di dalam mengkaji ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah. Kedua metode tersebut adalah: (1) metode sima’iy-naqly; dan (2) metode analogi-ijtihady. Metode sima’iy-naqly sesuai dengan namanya adalah metode yang menjadikan tradisi riwayah sebagai dasar utama di dalam menentukan ayat-ayat makkiyah dan madaniyyah. Metode analogi-ijtihady adalah metode yang digunakan para ulama untuk menentukan ayat-ayat makkiyyah dan madaniyyah berdasarkan kajian karakteristik, dan pembahasan ayat.

Contoh dari metode qiyasy-sima’iy adalah seperti apa yang dikutip oleh As-Suyuthi dari paparan Abu Ja’far An-Nahhas mengenai riwat tentang ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah yang bersambung sampai kepada Ibnu Abbas. Di dalam riwayat tersebut Ibnu Abbas mengatakan bahwa: (1) Surah Al-An’am diturunkan di Makkah sekali turun, terkecuali 3 (tiga) ayat yang diturunkan di Madinah. Ayat tersebut adalah ayat 151 sampai dengan ayat 153. (2) Surah-surah sebelum Al-An’am adalah surah-surah yang diturunkan di Madinah. (3) Surah Al-A’raf, Yunus, Hud, Yusuf, Ar-Ra’d, Ibrahim, Al-Hijr, An-Nahl, Al-Isra’, Al-Kahf Maryam, Thaha, Al-Anbiya’, Al-Hajj, adalah surah-surah yang diturunkan di Madinah, (4) Terkecuali dari apa yang disebutkan dari surah-surah tersebut (point 3) adalah: (a) 3 (tiga) ayat terakhir surah An-Nahl; diturunkan di antara Makkah dan Madinah; (b) Ayat ke-19 sampai dengan ayat ke-21 surah Al-Hajj, diturunkan di Madinah.

Apa yang dijelaskan di atas adalah contoh dari suatu riwayat yang menjelaskan mengenai makkiyah dan madaniyyah. Beberapa surah di dalam Al-Qur’an terdapat perbedaan pendapat para ulama mengenai klasifikasinya. Seperti surah Al-Fatihah, terdapat perbedaan di antara para ulama apakah ia surah Makkiyyah atau Madaniyyah. Sebagian besar dari para ulama menjelaskan bahwa surah tersebut adalah surah Makkiyyah. Hal demikian ini didasarkan kepada tafsir Surah Al-Hijr (15):87 sebagai berikut:

وَلَقَدْ آتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنَ الْعَظِيمَ 

Artinya:

Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al Quran yang agung.

Berdasarkan hadits Bukhari Nomor 4474; dan riwayat Ahmad bin Hanbal dalam Musnad Ahmad 15730, para ulama menafsirkan bahwa apa yang dimaksud dengan 7 (tujuh) ayat yang dibaca berulang-ulang adalah surah Al-Fatihah. Surah Al-Hijr sendiri merupakan surah dalam Al-Qur’an yang masuk dalam klasifikasi Makkiyah. Dengan demikian, maka surah Al-Fatihah merupakan surah Makkiyah pula. Dalam arti, ia merupakan surah Al-Qur’an dalam periode Makkah.

Secara umum, Makkiyah dan Madaniyyah sendiri merupakan peristilahan yang menunjukkan suatu periode. Makkiyyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an dalam periode Makkah. Madaniyyah merupakan ayat-ayat Al-Qur’an dalam periode Madinah. Di dalam klasifikasi ini, para ulama terdapat perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat tersebut diuraikan sebagai berikut:

Pertama: pendapat yang paling masyhur di antara para ulama adalah, teori yang menyatakan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sebelum Hijrah merupakan ayat-ayat Makkiyah. Ayat-ayat yang turun setelah hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah merupakan ayat-ayat Madaniyyah. Teori ini disebut dengan teori waktu. Yakni bahwa klasifikasi ayat ditentukan berdasarkan waktu turunyya ayat.

Di dalam hal ini maka, ayat yang turun dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah, adalah termasuk dalam klasifikasi ayat Makkiyah. Demikian pula ayat-ayat yang turun pada saat tahun penaklukan Makkah (fathu Makkah), termasuk ke dalam kategori ayat Madaniyyah. Demikian ini meskipun ayat tersebut turun di daerah yang mendekati Makkah. Contoh dari ayat ini adalah Al-Qur’an Surah An-Nisa’ (4):58 sebagai berikut:


إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (٥٨)

Artinya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.

Ayat di atas turun di masa tahun Fathu Makkah ketika Nabi Muhammad berada di dalam Ka’bah. Namun, berdasarkan teoir ini, ayat di atas termasuk dalam klasifikasi ayat Madaniyyah. Demikian pula dengan QS. Al-Ma’idah (5):3 yamg turun pada waktu dilaksanakannya Haji Wada’ (haji perpisahan).

Kedua: sebagian ulama berpendapat bahwa ayat-ayat yang diturunkan di Makkah dan sekitarnya adalah merupakan ayat Makkiyah. Ayat yang diturunkan di Madinah dan sekitarnya merupakan ayat Madaniyyah. Hal ini juga berlaku terhadap ayat-ayat yang turun di Makkah setelah hijrah, dan demikian pula berlaku kepada ayat-ayat yang diturunkan di Madinah sebelum hijrah. 

Teori kedua ini disebut dengan teori geografis atau teori teritori. Di dalam teori teritori ini, maka ayat-ayat yang diturunkan tidak di kedua kota tersebut seperti Syam (Syiria) tidak termasuk ke dalam klasifikasi Makkiyah dan Madaniyyah. Dengan demikian maka, akan berkembang klasifikasi-klasifikasi lain selain klasifikasi Makkiyyah dan Madaniyyah berdasarkan tempat turunnya. Hal ini seperti QS. At-Taubah, (9):42, yang turun di daerah Tabuk, dan QS Az-Zukhruf, (43):46, yang turun di Baitul Maqdis Palestina.

Ketiga: adalah teori khitab. Teori khitab adalah klasifikasi ayat Al-Qur’an berdasarkan tema dan arah pembicaraan Al-Qur’an. Di dalam teori ini dirumuskan bahwa: (1) ayat yang arah pembicaraannya adalah terhadap masyarakat Makkah disebut dengan ayat Makkiyyah meskipun turun di daerah selain Makkah; dan (2) ayat yang arah pembicaraannya terhadap masyarakat Madinah adalah ayat Madaniyyah meskipun turun de daerah selain Madinah. Di dalam klasifikasi yang terakhir ini, tentu saja kajian lebih mendalam dan lebih rumit menjadi niscaya untuk dilakukan.

Dari teori ketiga ini, muncullah pula teori turunannya. Teori turunan dari teori ketiga ini adalah teori yang menyatakan bahwa karakteristik ayat-ayat Makkiyyah dalam kebiasaannya adalah didahului dengan pernyataan: “wahai manusia” (يا أيها الناس). Dan ayat-ayat Madaniyyah dalan kebiasaannya adalah ayat yang didahului dengan pernyataan: “wahai orang-orang yang beriman” (يا أيها الذين أمنوا). Alasan yang diajukan oleh para ulama yang menyatakan teori ini adalah bahwa di masa dakwah Nabi Muhammad, masyarakat Makkah identik dengan kekafiran, sehingga Al-Qur’an memanggilnya secara umum sebagai manusia atau anak cucu adam (يا بنى أدم). Sedangkan masyarakat Madinah, terkhusus setelah hijrahnya Nabi Muhammad adalah identik dengan masyarakat beriman.

Akan tetapi, dalam hal teori turunan yang dijelaskan sebelumnya ini, terdapat kerancuan adanya. Seperti dalam surah Al-Baqarah yang dalam kajiannya merupakan surah Madaniyyah, di dalamnya terdapat ayat yang didahului dengan يا أيها الناس (wahai manusia) sebagaimana terdapat dalam ayat ke-21 surah ini. Demikian pula di dalam surah Al-Hajj yang merupakan surah Madaniyyah di dalamnya terdapat pernyataan يا أيها الذين أمنوا (wahai orang yang beriman), sebagaimana dalam ayat ke-77 surah Al-Hajj. Demikian pula kita mengetahui bahwa banyak ayat dalam Al-Qur’an yang tidak didahului oleh kedua pernyataan tersebut (يا أيها الناس dan يا أيها الذين أمنوا). Hal ini seperti terdapat dalam QS. Al-Ahzab, (33):1 yang dimulai dengan panggilan: ‘wahai nabi!’, sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا

Artinya:

Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.


Berdasarkan kajian di atas, kiranya kita dapat melihat bahwa permasalahan klasifikasi ayat Makkiyyah dan Madaniyyah ini dapat terus bergulir dan berkembang seiring kajian yang terus dilakukan.


Malang, 11 Dzulqo’dah 1442 H / 22 Juni 2021


R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd

Pegiat Kajian Ulum Al-Qur’an

Pengajar Mata Pelajaran Fiqih dan Ushul Fiqih di Pondok Pesantren PPAI Al-Fithriyah

Ketua LBM Nahdlatul Ulama Kec. Ngajum Kab. Malang



Bahan Bacaan:

  1. Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Imam Jalaluddin As-Suyuthi
  2. Mabahits fi Ulum Al-Qur’an. Syaikh Manna’ Al-Qatthan
  3. Manahil Al-Irfan fi Ulum Al-Qur’an. Syaikh Abdul ‘Adzim Az-Zarqani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar