Senin, 14 Juni 2021

SEGALA BENTUK PUJIAN ADALAH HANYA MILIK ALLAH

(NGAJI FATHUL MU’IN (PERTEMUAN KE-01))


(downlad di sini!)

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله الفتاح الجواد المعين على التفقه فى الدين من اختاره من العباد وأشهد أن لا إله إلا الله شهادة تدخلنا دار الخلود وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله صاحب المقام المحمود صلى الله وسلم  عليه وعلى آله وأصحابه صلاة وسلاما أفوز بهما يوم المعاد

Makna kata:

Yang Maha Pemberi

الجواد

 

Alam kekekalan

دار الخلود

Yang Maha Penolong

المعين

 

Saya beruntung

أفوز

Mendalami Agama

التفقه فى الدين

 

Hari yang dijanjikan

يوم المعاد


Artinya:

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lahi Maha Penyayang. Segalah puji bagi Allah (Dzat) yang Maha Pembuka, Maha Pemberi, Maha Penolong, untuk mendalami Ilmu agama bagi orang yang terpilih, dari hamba-hamba-Nya. Dan saya bersaksi bahwasanya tiada Tuhan Selain Allah. Sebagai persaksian yang (semoga menjadi lantaran) memasukkan saya ke dalam alam kekekalan. Dan saya bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad adalah hamba-Nya, dan utusan-Nya. Pemiliki kedudukan yang terpuji. Semoga rahmat Allah dan keselamatan atas-Nya, keluarganya, dan para sahabatnya. Permohonan rahmat dan keselamatan (yang semoga menjadi lantaran) saya beruntung sebab keduanya di hari yang dijanjikan.


Penjelasan:
(بسم الله الرحمن الرحيم)
Di dalam bahasa Indonesia, basmalah dalam lafadznya yang lengkap diartikan dalam makna: “Dengan menyebut nama Allah yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang.” Penulisan basmalah ini merupakan suatu hal yang telah menjadi tradisi di kalangan para ulama di dalam menyampaikan sesuatu baik secara lisan maupun tulisan. Hal demikian ini berdasarkan dan dalam rangka mengamalkan hadits yang mengatakan bahwa: 
كل كلام أو أمر ذي بال لا يُفتحُ بِذِكْرِ الله، فهو أبتَرُ—أوقال أقطع
“setiap perkattan atau perkara yang baik yang tidak dimulai dengan menyebut nama Allah (bismillahirrahmanirrahim) maka ia akan berkurang keberkahannya.”

Hadits di atas diriwayatkan oleh beberapa perawi seperti: Abu Dawud No. 4840, An-Nasai dalam kitab As-Sunan Al-Kubro No. 10328, Ibnu Majah No. 1894, dan Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Al-Musnad No. 8712. Redaksi hadits ini ada dalam lafadz yang berbeda-beda namun kurang lebih sama. Adapun hadits yang dikutip di atas adalah redaksi yang termuat dalam Musnad Imam Ahmad No. 8712.

(الحمد لله الفتاح، الجواد، المعين)
Perkataan “Al-Hamdulillah” diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai: “segala puji bagi Allah”. Di dalam hal ini perlu diketahui bahwa alif dan lam (ال) yang pada dasarnya adalah menandakan isim ma’rifat dalam sintaksis bahasa arab (Nahwu) adalah memiliki fungsi (faedah) Istighraq, secara leksikal (makna). Fungsi Istighraq ini dapat diterjemahkan sebagai makana: ‘meliputi segalanya.’ Hal inilah kemudian yang membawanya kepada makna: “segala puji” bagi Allah.

Kemudian, kita akan bertanya, mengapa harus dimaknai segala puji? Ada berapakah macam bentuk pujian itu sehingga semua adalah milik Allah. Jawaban akan hal ini dapat diuraikan ke dalam 2 (dua) bagian sebagai berikut ini:

Pertama: bahwa penulis belum pernah menemui penjelasan mengenai alif dan lam (ال) yang bermakna istighraq ini di dalam buku-buku kebahasaan (linguistik) bahasa arab. Penulis justru menemukannya di dalam kitab tafsir seperti penjelasan As-Mahalli & As-Suyuthi di dalam tafsir jalalain. (Al-Mahalli & As-Suyuthi, tt, (1):1)

Kedua: bahwa sebagaimana dijelaskan oleh para ulama bentuk-bentuk pujian itu ada 4 (empat) macam, yaitu: (1) pujian dari Allah kepada diri-Nya; (2) Pujian makhluq kepada Allah; (3) Pujian Allah kepada makhluknya; dan (4) pujian makhluq kepada makhluqnya. Pujian Allah kepada diri-Nya adalah seperti contoh: “maha berkah (dzat) yang di dalam kekuasaan-Nya-lah kerajaan”. (Al-Mulk, (67):1). Bentuk pujian makhluq kepada Allah adalah seperti ucapan seseorang yang mengucapkan ‘Alhamdulillah’. Pujian Allah kepada Allah kepada makhluqnya adalah seperti penggunaan nama-nama makhluq yang digunakan oleh Allah sebagai sumpah dalam Al-Qur’an seperti: “demi buah tin, dan zaitun” (At-Tiin, (95):1). Pujian makhluq kepada makhluqnya adalah seperti pujian seseorang yang mengatakan: ‘betapa indahnya bunga ini’ ketika ia sedang melihat sekuntum bunga.

Kesemua bentuk pujian tersebut pada hakikatnya adalah bentuk pujian Allah kepada kepada dirinya sendiri. Demikian pula dijelaskan oleh Al-Mahalli & As-Suyuthi (tt, (1):1) bahwa kata ‘Alhamdu’ menunjukkan bahwa Allah adalah satu-satunya yang berhak menerima pujian dari makhluqknya. Hal ini dengan penjelasan bahwa: 
  1. bentuk pujian pertama dan kedua; yakni pujian Allah kepada dirinya dan pujian Allah makhluq-Nya adalah pujian kepada Allah; 
  2. bentuk pujian ketiga dan keempat; yakni pujian Allah kepada makhluqnya pada hakikatnya adalah pujian Allah kepada dirinya. Hal ini dikarenakan dalam bentuk pujian kedua ini, Allah memuji ciptaan-Nya sendiri. Jika saja Allah memuji makhluq akan kebaikan yang ada di dalamnya, maka pada hakikatnya kebaikan itu adalah milik Allah. Karena Dia-lah yang menciptakan makhluq yang memiliki kebaikan itu.
  3. bentuk pujian yang keempat; yakni pujian makhluq kepada makhluq. Hal ini juga menyatakan pujian untuk Allah. Hal ini dikarenakan, dalam kasus demikian itu, baik yang dipuji maupun yang dipuji adalah sama-sama ciptaan Allah semata.
Lebih lanjut penjelasan mengenai hal ini, bisa di baca di dalam artikel saya berjudul: “Al-Hamdul utawi sekabehane puji”.

(bersambung)



Malang, 1 Dzulqa’dah 1442 H / 14 Juni 2021-06-14



R. Ahmad Nur Kholis



Bahan bacaan
  1. Syaikh Zainuddin Al-Malibari. Fathul Mu’in Syarh Qurratul Ain. Semarang: PT. Toha Putra
  2. Syaikh Abu Bakar Syatha Al-Makki. I’anah Thalibin (Hasyiyah Fathul Mu’in) (vol. 01). Daar Al-Kutub Al-‘Arabiyyah
  3. Imam Jalaluddin Al-Mahalli & Imam Jalaluddin As-Suyuthi. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim. Surabaya: Maktabah Al-Hidayah
  4. Imam Ahmad bin Hanbal. Al-Musnad
  5. Sunan Abi Dawud
  6. Sunan Ibnu Majah
  7. As-Sunan Al-Kubro (An-Nasa’i)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar