Secara morfologis, kata tadarus (تَدَارُس)
merupakan bentuk (sighat) mashdar (verbal noun) dalam bahasa arab mengikuti
wazan (pattrens) tafaa'ala (تَفَاعَل), yakni "tadaarasa" (تَدَارَس).
Kata ini merupakan variasi kata dari kata kerja tiga huruf درس (darasa) yang berarti
"belajar".
Secara kaidah morfologis
(tashrif), kata kerja yang diubah dari kata kerja tiga huruf ke dalam wazan تفاعل
ini dapat bermakna "saling". Sehingga, kata درس (darasa), yang diubah
ke dalam wazan تدارس
dapat memiliki makna "saling belajar" atau "belajar
bersama". Dengan demikiam tadarus Al-Quran dapat berarti "belajar
Al-Qur'an bersama".
Kegiatan tadarus Al-Qur'an ini
merupakan amalan sunnah dalam bulan Ramadhan yang telah mentradisi. Kesunahan
dan juga istilah tadarus dalam bulan ramadhan, bersumber dari hadits Ibnu Abbas
sebagai berikut:
وَكَانَ
أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ
فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ.
Artinya:
"Dan adalah hal yang paling
baik dilakukan Nabi di bulan Ramadhan ketika ditemui oleh Jibril--dan adalah
Jibril menemui Nabi Muhammad setiap malam bulan Ramadhan--, kemudian Jibril
mengajak "tadarus Al-Quran" Nabi Muhammad.
Dr. Subhi Shalih dalam kitabnya
Mabahits fi Ulum Al-Qur’an mencatat bahwa para sahabat bersemangat untuk
menghafal, membaca, dan mendengarkan Al-Qur’an. Az-Zarqani mengutip riwayat
hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنِّى لَأَعْرِفُ
أَصْوَاتَ رُفْقَةِ الْأَشْعَرِيِّيْنَ بِاللَّيْلِ حِيْنَ يَدْخُلُوْنَ،
وَأَعْرِفُ مَنَازِلَهُمْ مِنْ أَصْوَاتِهِمْ بِالْقُرْآنِ بِاللَّيْلِ وَإِنْ
كُنْتُ لَمْ أَرَ مَنَازِلَهُمْ حِيْنَ نَزَلُوْا بِالنَّهَارِ.
Artinya:
Sesungguhnya aku mengetahui suara-suara gemuruh sekumpulan orang pada
malam hari ketika mereka (para sahabat) masuk (ada di dalam rumah mereka). Dan
aku mengerti tempat-tempat tinggal mereka dari suara-suara mereka dalam membaca
Al-Qur’an di malam hari. Meskipun saya tidak mengerti rumah mereka ketika siang
hari.
Dr. Subhi Shalih kemudian juga mencaata bahwa para sahabat saling
bertadarus Al-Qur’an, dan melantangkan bacaan Al-Qur’an supaya mampu membacanya
dalam shalat fardhu ketika malam atau siang, baik dalam shalat yang samar atau
keras bacaannya. Nabi Muhammad juga membantu mereka dalam bertadarus dan
memberikan semangat kepada para sahabat dalam bertadarus. Dalam catatan Dr.
Subhi Shalih, juga dijelaskan bahwa Beliau memilih para sahabat yang paling
pandai membaca Al-Qur’an untuk mengajari para sahabat yang lain. Kegiatan
tersebut dilaksanakan di dalam masjid Nabawi. Terkadang pula mereka para
sahabat juga terlalu keras dalam membaca sehingga Nabi memerintahkan untuk
sedikit melirihkan suara mereka dalam membaca Al-Qur’an. (Dr. Subhi Shalih,
dalam kitab Mabahits fi Ulum Al-Qur’an).
Para sahabat yang menjadi guru dalam kegiatan tadarus Al-Qur’an di
Masjid Nabawi adalah seperti: Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin
Ka’b, Zaid bin Tsabit (sang ketua panitia penulisan mushaf Al-Qur’an), Abdullah
bin Mas’ud, Abu Darda’, dan Abu Musa Al-Asy’ari. Dr. Subhi Shalih menulis dalam
kitabnya demikian:
وَقَدْ اشْتَهَرَ بِأَقْرَاءِ
الْقُرْآنِ مِنَ الصَّحَابَةِ سَبْعَةٌ: عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ، وَعَلِيُّ بْنُ
أَبِي طَالِبٍ، وَأَبَيَّ بْنِ كَعْبٍ، وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ، وَعَبْدُ اللهِ
بْنِ مَسْعُوْدٍ، وَأَبُو الدَّرْدَاءِ، وَأَبُوْ مُوْسَى الْأَشْعَرِي. وَقَدْ
قَرَأَ عَلَى أُبَيَّ بْنِ كَعْبٍ جَمَاعَةٌ مِن الصَّحَابَةِ: مِنْهُمْ أَبُوْ
هُرَيْرَةَ، وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَعَبْدُ اللهِ بنِ السَّائِبِ، وَأَخَذَ ابن
عَبَّاس عَنْ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ أَيْضًا، وَأَخَذَ عَنْهُمْ خِلَقٌ مِنَ
التَّابِعِيْنَ. وَهَكَذَا كَانَ فِيْ الْعَصْرِ النَّبَوِي شِبْهُ مَدْرَسَةٍ
لِتَحْفِيْظِ الْقُرآن وَتَدَارِسِهِ.
Artinya:
Dan benar-benar telah masyhur
orang yang paling pandai membaca Al-Qur’an dari kalangan sahabat sebanyak 7
(tujuh) orang (yakni): Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’b,
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas’ud, Abu Darda’, dan Abu Musa Al-Asy’ari. Dan
telah membaca kepada Ubai bin Ka’b sekumpulan sahabat, di antaranya: Abu Hurairah,
Ibnu Abbas, Abdullah bin As-Saib. Ibnu Abbas mengambil bacaan dari Zaid bin
Tsabit juga. Dam telah mengambil dari mereka sekumpulan para tabi’in. Dan
demikianlah keadaan di masa kenabian, (masjid nabawi) menyerupai madrasah
penghafalan Al-Qur’an dan tadarus. (Dr. Subhi Shalih, Mabahits fi Ulum
Al-Qur’an, hlm: 68).
Syaikh Manna’ Al-Qatthan juga
mencatat bagaimana para sahabat bersemangat saling mempresentasikan (talaqqi)
bacaan Al-Qur’an kepada Rasulullah, menghafalkannya dan memahaminya. Dan hal tersebut
bagi mereka adalah suatu kehormatan adanya. Syaikh Manna’ Al-Qatthan menulis:
وَحَرَصَ الصَّحَابَةُ
عَلَى تَلَقِى الْقُرْآنَ الْكَرِيمَ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَحِفْظِهِ وَفَهْمِهِ، وَكَانَ شَرْفًا لَهُمْ.
Artinya:
Dan para sahabat bersemangat untuk mempresentasikan Al-Qur’an Al-Karim
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, menghafalkannya, dan
memahaminya. Dan hal itu adalah suatu kehromatan adanya bagi mereka.
Kemudian Syaikh Manna’ Al-Qatthan mengutip apa yang diriwayatkan dari
Anas bin Malik radliyyallahu ‘anhu sebagai berikut:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قَالَ: "كَانَ الرَّجُلُ مِنَّا إِذَا قَرَأَ الْبَقَرَةَ وَآلَ
عِمْرَانَ جَدَّ فِيْنَا.
Artinya:
Diceritakan dari Anas radliyallahu ‘anhu ia berkata: “adalah
seorang laki-laki di antara kita, jika mampu membacakan surah Al-Baqarah
dan Ali Imran menjadi terhormat di antara kita.
Dalam faktanya, tadarus Al-Quran
di bulan Ramadhan yang merupakan kesunnahan ini telah mentradisi di Nusantara.
Saya tidak bisa memastikan di luar negeri, tapi dari acara sekilas televisi
Al-Manar Libanon, kegiatan tadarus nampaknya juga mentradisi di sana. Pada
dasarnya, kata "sunnah" dalam bentuk nakiroh (general) secara
etimologis sebenarnya juga berarti tradisi. Dikatakan dalam hadits bahwa:
"Barang siapa yang menjadi
pelopor tradisi yang baik, maka ia mendapat pahala dari hal tersebut, dan juga
pahala dari orang yang melaksanakan tradisi baik tersebut setelahnya."
Menarik.
Daftar Rujukan:
1.
Shahih Bukhari, (vol.
1). Karya:Al-Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari
2.
Manahil Al-Irfan (vol. 1).
Karya: Syaikh Muhammad bin Abd. Al-‘Adzim
Az-Zarqani
3.
Mabahits fi Ulum
Al-Qur’an. Karya: Dr. Subhi Shalih
4.
Mabahits fi Ulum
Al-Qur’an. Karya: Syaikh Manna’ Al-Qatthan
Pamekasan, 20 Ramadhan 1445 H /
30 Maret 2024 M
R. Ahmad Nur Kholis

Tidak ada komentar:
Posting Komentar