Setidaknya terdapat 3 (tiga) ayat dalam Al-Quran yang dapat
dipandang sebagai tahapan-tahapan pendidikan dalam Islam. Ketiga ayat tersebut
adalah:
1. QS. Al-Baqarah ayat 129
رَبَّنَا
وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ
وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ
الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya:
Wahai Tuhan kami!, utuslah di
dalam (masyarakat Makkah itu) seorang utusan yang membacakan bagi mereka
ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab (Al-Quran) dan Hikmah, dan membersihkan
mereka. Sesungguhnya Engkau Dzat yang maha Mulia dan Maha Bijaksana.
Jika dilihat konteks ayat ini
dalam kitab tafsir (misalkan dalam tafsir jalalain), maka kita akan mengetahui
bahwa ayat ini adalah mengisahkan doa harapan Nabi Ibrahim agar di Makkah di
mana putranya Ismail tinggal diutus seorang utusan. Dan berdasarkan tafsir
Jalalain, As-Suyuthi menjelaskan bahwa doa ini dikabulkan dengan terutusnya
Nabi Muhammad.
2. QS. Ali Imran ayat 164
لَقَدْ
مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ
أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ
الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ (164)
Artinya:
Sungguh Allah benar-benar
memberikan karunia atas orang-orang yang beriman, ketika Ia mengutus pada
mereka seorang utusan dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada
mereka ayat-ayat-Nya. Dan membersihkan mereka dan mengajari mereka Kitab dan
Hikmah. Meskipun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.
3. QS. Al-Jumuah ayat 2
هُوَ
الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ
آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا
مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
Artinya:
Dialah Allah yang mengutus pada
orang-orang yang buta aksara seorang utusan yang membacakan pada mereka
ayat-ayat-Nya dan membersihkan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah.
Meskipun sebelumnya mereka ada dalam kesesatan yang nyata.
Ketiga ayat di atas menyatakan
dan menegaskan bahwa tugas utama kenabian adalah mengajar. Sebagaimana dalam
hadits dikatakan: "Aku hanyalah diutus untuk mengajar dan memberikan
kemudahan".
Ada beberapa makna tersirat dari
ayat ini yang berkaitan dengan pendidikan: (Pertama) Berdasarkan QS Al-Baqarah
ayat 129 dinyatakan bahwa awal mula pendidikan yang dijalankan nabi Muhammad
adalah:
1. Membacakan ayat Al-Quran
2. Mengajarkan Kitab
3. Mengajarkan Hikmah
4. Membersihkan
Berdasarkan QS Ali Imran ayat 164, dinyatakan bahwa
tahapannya adalah:
1. Membacakan ayat Al-Quran
2. Membersihkan mereka
3. Mengajarkan Kitab
4. Mengajarkan Hikmah
Para mufassir (seperti As-Suyuthi
dan Al-Mahalli) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan "membacakan
ayat" dalam ketiga ayat di atas adalah membacakan ayat Al-Quran. Yang
dimaksud "mengajarkan kitab" adalah mengajarkan Al-Quran. Dan
"Hikmah" yang dimaksud alah hukum-hukum yang ada dalam Al-Quran dan
hadits. "Membersihkan" yang dimaksud adalah membersihkan dari kesyirikan
dan dosa.
(Kedua) dalam ketiga ayat
tersebut tahapan-tahapan yang dipaparkan di atas dimulai dengan satu tahapan
yang sama yaitu: "membacakan ayat-ayat-Nya" (يتلو عليهم آياته).
Ketiga tahapan yang lain, meskipun jumlahnya sama akan tetapi urutannya berbeda.
Hal ini menyiratkan bahwa dalam kaitannya dengan pendidikan haruslah dimulai
dengan "membacakan ayat-ayat Allah".
Mungkin kita dapat menyimpulkan
bahwa lembaga pendidikan yang kini kita sebut sebagai “Taman Pendidikan
Al-Qur’an (TPQ)”, cikal-bakal (embrio)-nya telah ada sejak masa nabi Muhammad.
Dan ini telah berlangsung di masjid nabawi di Madinah. Dari sinilah juga,
mungkin dapat dijelaskan apa yang dikatakan oleh Dr. ‘Athiyah Al-Abrasyi bahwa
lembaga pendidikan pertama dalam Islam adalah masjid.
Kita dapat menyimpulkan bahwa
embrio Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) ada sejak masa Rasulullah, setidaknya
jika mencermati penjelasan oleh Dr. Shubhi Shalih dalam kitabnya: Mabahits fi
Ulum Al-Qur’an sebagai berikut:
وَقَدْ اشْتَهَرَ
بِأَقْرَاءِ الْقُرْآنِ مِنَ الصَّحَابَةِ سَبْعَةٌ: عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ،
وَعَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، وَأَبَيَّ بْنِ كَعْبٍ، وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ،
وَعَبْدُ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ، وَأَبُو الدَّرْدَاءِ، وَأَبُوْ مُوْسَى
الْأَشْعَرِي. وَقَدْ قَرَأَ عَلَى أُبَيَّ بْنِ كَعْبٍ جَمَاعَةٌ مِن
الصَّحَابَةِ: مِنْهُمْ أَبُوْ هُرَيْرَةَ، وَابْنُ عَبَّاسٍ، وَعَبْدُ اللهِ بنِ
السَّائِبِ، وَأَخَذَ ابن عَبَّاس عَنْ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ أَيْضًا، وَأَخَذَ
عَنْهُمْ خِلَقٌ مِنَ التَّابِعِيْنَ. وَهَكَذَا كَانَ فِيْ الْعَصْرِ النَّبَوِي
شِبْهُ مَدْرَسَةٍ لِتَحْفِيْظِ الْقُرآن وَتَدَارِسِهِ.
Artinya:
Dan benar-benar telah masyhur
orang yang paling pandai membaca Al-Qur’an dari kalangan sahabat sebanyak 7
(tujuh) orang (yakni): Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’b,
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas’ud, Abu Darda’, dan Abu Musa Al-Asy’ari. Dan
telah membaca kepada Ubai bin Ka’b sekumpulan sahabat, di antaranya: Abu
Hurairah, Ibnu Abbas, Abdullah bin As-Saib. Ibnu Abbas mengambil bacaan dari
Zaid bin Tsabit juga. Dam telah mengambil dari mereka sekumpulan para tabi’in.
Dan demikianlah keadaan di masa kenabian, (masjid nabawi) menyerupai madrasah
penghafalan Al-Qur’an dan tadarus. (Dr. Subhi Shalih, Mabahits fi Ulum
Al-Qur’an, hlm: 68).
Selain itu, Dr. Shubhi Shalih
juga memberikan informasi yang cukup penting mengenai hal ini. Yakni bahwa nabi
mengajarkan Al-Qur’an di masjid nabawi, sembari menunjuk beberapa sahabat
tertentu yang dianggap paling fasih bacaan Al-Qur’an-nya sebagai tenaga
pengajar bagi para sahabat yang lain. (Dr. Shubhi Shalih, Mabahits fi Ulum
Al-Qur’an).
Kita juga melihat bahwasanya di
berbagai pesantren di nusantara, meskipun pada faktanya, sebagaimana dijelaskan
dalam Martin van Bruinnessen, bahwa pesantren pada tingkat dasar adalah
pesantren yang mengajarkan membaca Al-Qur’an. Dan pada tingkat yang lebih
tinggi pembelajaran agama (tafaqquh) di pesantren terpusat pada kitab
kuning. (Martin van Bruinessen, 1999). Namun dalam porsi yang berbeda, belajar
membaca Al-Qur’an tetap diberikan. Hal ini adalah sangat mungkin karena
mengambil semangat dari ketiga ayat yang dikutip dalam awal wacana tulisan ini.
Malang, 2 Syawal 1445 H / 11 April 2024 M
R. Ahmad Nur Kholis

Tidak ada komentar:
Posting Komentar