Senin, 10 Maret 2025

AKHLAQ SANTRI DI PESANTREN SALAF DAN DALIL-DALILNYA BERDASARKAN AL-QUR'AN


Tradisi keilmuan dalam pesantren ditopang dengan penjagaan akan nilai-nilai moral yang luhur. Sebagai suatu lembaga pendidikan Islam, maka nilai-nilai moral ini secara filosofis digali dari Al-Qur'an dan Hadits. Islam sebagai agama adalah kebenaran yang didasarkan kepada otoritas. Otoritas tertinggi adalah Allah, kemudian Nabi, dan Di bawahnya adalah para ulama.

Dalam kaitannya dengan hal ini Azyumardi Azra, sebagaimana tertuang dalam bukunya: “Pendididikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru”, menjelaskan bahwa ciri khas pendidikan pesantren adalah kecintaan dan penghormatan yang dijunjung tinggi terhadap sumber ilmu. (Azyumardi Azra, 1999). Martin van Bruinnessen juga menjelaskan bagaimana otoritas ulama (kiai) di pesantren sedemikian kuatnya, dan hampir hanya bisa dibantah oleh guru sang kiai tersebut. (Martin van Bruinnessen, 1999). Dari sini juga kita dapat melihat bagaimana pengaruh kuat pemikiran Imam Al-Ghazali tentang otoritas ilmu pengetahuan yang disandarkan kepada pembimbing rohani (mursyid). (Lihat misalkan dalam: Al-Munqidz Min Ad-Dlalal). Penggambaran tentang pembimbing rohani (murabbi ruhi) juga dapat dilihat seperti dalam: Syaikh Mahfud At-Tirmasi dalam karyanya tentang sanad (link) keilmuan yang ia miliki: Kifayatul Mustafid fi Maa ‘ala Minal Asanid. Dalam kitab ini At-Tirmasi menyebut ayahnya: Kiai Dimyati sebagai pembimbing rohani (murabbi ruhi) bagi dirinya.

Dalam hal yang demikian itulah, para ulama pesantren dalam pemahamannya terhadap Islam secara filosofis menggali nilai-nilai akhlaq dari Al-Quran dan Hadits. Kemudian hal tersebut diaplikasikan secara praktis dalam kehidupan pesantren. Hubungan antara santri dan kiai dibangun dalam suatu bentuk hubungan layaknya nabi dan para sahabatnya. Hal ini karena ulama adalah otoritas agama di bawah derajat kenabian. (lihat misalnya dalam Ihya’ Ulum Ad-Din karya Al-Ghazali)

Akhlaq para sahabat terhadap nabi tercermin dalam Al-Quran. Allah Berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 1 s.d 5 sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (1) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ (2) إِنَّ الَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ (3) إِنَّ الَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَاءِ الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ (4) وَلَو أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (5)

Artinya:

(1) Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (2) Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari. (3) Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa. Mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar. (4) Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau (Muhammad) dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. (5) Dan sekiranya mereka bersabar sampai engkau keluar menemui mereka, tentu akan lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Berikut ini beberapa akhlaq yang diterapkan dalam kehidupan pesantren yang secara filosofis digali dari QS. Al-Hujurat 1-5:

1.      Para santri tidak boleh mendahului pendapat (dawuh) Kiai

Ayat pertama QS. Al-Hujurat menyatakan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Artinya:

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui."

Dalam ayat ini Allah melarang orang yang beriman untuk "mendahului" (taqaddama) Allah dan rasul-Nya. Lafadz taqaddama ini berarti mendahului. Dalam beberapa tafsir, mendahului dimaksud adalah mendahului dalam memutuskan suatu perkaran,dalam masalah hukum, dan masalah perang. Konteks ayat menyiratkan bahwa yang dimaksud dengan "orang-orang yang beriman" adalah para sahabat.

 

2.      Jangan berbicara keras di depan Kiai, harus berbicara penuh tawadlu'

Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ (2) إِنَّ الَّذِينَ يَغُضُّونَ أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ أُولَئِكَ الَّذِينَ امْتَحَنَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ لِلتَّقْوَى لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ عَظِيمٌ (3)

Artinya:

"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari. (3) Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hatinya oleh Allah untuk bertakwa. Mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar."

 

3.      Ketika hendak sowan ke ndalem kiai, seorang santri harus menunggu di luar, tidak memanggil (dengan salam atau semcamnya)

Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ يُنَادُونَكَ مِنْ وَرَاءِ الْحُجُرَاتِ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ (4) وَلَو أَنَّهُمْ صَبَرُوا حَتَّى تَخْرُجَ إِلَيْهِمْ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (5)

Artinya:

(4) Sesungguhnya orang-orang yang memanggil engkau (Muhammad) dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. (5) Dan sekiranya mereka bersabar sampai engkau keluar menemui mereka, tentu akan lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Wallahu a'lam bis shawab

 

Malang, 29 Desember 2023

 

 

R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar