Jumat, 28 Februari 2025

DALIL-DALIL KEHARUSAN TERTIB DALAM WUDLU’ MENURUT MADZHAB SYAFI’I

 

 

Salah satu rukun wudlu dalam madzhab syafi’i adalah tertib atau berurutan. Dengan kata lain bahwa wudlu dilaksanakan secara berurutan sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an yaitu:

1.      membasuh wajah (disertai niat di dalam hati)

2.      membasuh kedua tangan

3.      mengusap bagian dari kepala

4.      membasuh kedua kaki.

Sedangkan rukun wudlu sendiri di dalam madzhab syafi’i sebagaimana telah umum diketahui ada 6 (enam) yaitu:

1.      niat

2.      membasuh wajah

3.      membasuh kedua tangan

4.      mengusap bagian dari kepala

5.      membasuh kedua kaki

6.      tertib (berurutan)

Dalam tulisan saya kali ini, akan membahas secara khusus tentang dalil-dalil atau landasarn-landasan mengenai tertib (berurutan) sebagai rukun wudlu menurut madzhab syafi’i.

Menurut madzhab syafi’i, tertib (berurutan dalam melaksanakan wudlu sesuai yang disebutkan oleh Al-Qur’an) menjadi rukun wudlu berdasarkan beberapa dalil berikut ini:

1.      huruf wawu dalam QS. Al-Maidah ayat 6 adalah menunjukkan tertib, yakni amalan yang dilaksanakan secara berurutan. QS. Al-Maidah ayat 6 tersebut adalah sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (6)

Artinya:

Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajah-wajah kalian, dan tangan-tangan kalian hingga siku, dan usaplah kepala kalian, dan kaki kalian sampai kedua mata kaki. Dan jika kalian sedang junub maka bersucilah kalian, dan jika kalian sedang sakit atau sedang dalam perjalanan, atau kalian sehabis buang air atau menyentuh peremupan, kemudian tidak menemukan air, maka bertayammumlah dengan debu yang suci. Maka usaplah wajah kalian, dan tangan-tangan kalian darinya (debu tersebut). Allah tidak menginginkan kalian ada dalam kesulitan, akan tetapi Ia menghendaki kalian bersih dan menyempurnakan nikmat Allah atas kalian supaya kalian bersyukur. (QS. Al-Maidah: 6)

 

Penekanan dalam ayat ini ada pada pernyataan:

فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Artinya:

maka basuhlah wajah-wajah kalian, dan tangan-tangan kalian hingga siku, dan usaplah kepala kalian, dan kaki kalian sampai kedua mata kaki.

 

Hal ini dikomparasikan dengan hadits nabi yang menyatakan:

عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ ، أَنَّهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُوْلُ، حِيْنَ خَرَجَ مِنَ الْمَسْجِدِ ، وَهُوَ يُرِيْدُ الصَّفَا ، وَهُوَ يَقُوْلُ : ( نَبْدَأُ بِمَا بَدَأَ اللهُ بِهِ ، فَبَدَأَ بِالصَّفَا )

Artinya:

Dari ja’far bin Muhammad bin Ali, dari ayahnya, dari Jabir bin Abdillah, bahwasanya ia berkata: “saya mendengar rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda ketika Ia keluar dari masjid, sedang ia ingin menuju bukit shafa. Dan Ia berkata: (kita akan memulai (sa’i) dengan apa yang (penyebutannya) dimulai oleh Allah dengannya. Maka nabi memulai (sa’i) dari bukit shafa.) (hadits dikutip dari kitab Al-Istidzkar Al-Jami’ li Madzahib Al-Amshar, karya: Ibnu Abdil Barr, vol. 12: halaman: 199)

 

Dari sini kita melihat bahwasanya madzhab syafi’i membawa pemahaman teks (mafhum an-nash) dari hadits di atas dalam memahami ayat Al-Qur’an pada bab wudlu’. Hal ini mengikuti langkah-langkah yang dilakukan nabi Muhammad dalam memahami ayat tentang sa’i.

2.      Karena nabi Muhammad ketika wudlu’ selalu dengan urutan-urutan yang sama. Yakni dari wajah, tangan, rambut, dan kaki. Tidak pernah ada riwayat yang menyatakan bahwa nabi berwudlu dengan urutan yang selain demikian. Sedangkan nabi sendiri menyatakan perihal wudlu yang ia lakukan sebagai contoh bagi para sahabat sebagai berikut:

(هذا وضوء لا يقبل الله الصلاة إلا به) رواه البخارى

Artinya:

Ini adalah wudlu’, yang mana tidak diterima oleh Allah suatu shalat tampanya. (hadits riwayat Al-Bukhari)

3.      karena wudlu adalah ibadah, dan ibadah itu harus tertib pelaksanaannya. Sebagaimana juga shalat.

Demikianlah kiranya dapat dijelaskan dari apa yang dipaparkan oleh Ad-Dimasyqi dalam kitab Kifayah Al-Akhyar sebagai berikut:

(وَالتَّرْتِيْبُ علَى مَا ذَكَرْنَاه) الفرض السادس، الترتيب وفرضيته مستفادة من الآية إذا قلنا الواو للترتيب وإلا فَمِنْ فِعْلِهِ وَقَوْلِهِ عليه الصلاة والسلام إذ لم ينقل عنه عليه الصلاة والسلام أنه ما توضأ إلا مرتبا ولأنه عليه الصلاة والسلام قال بعد أن توضأ مرتبا (هذا وضوء لا يقبل الله الصلاة إلا به) أي بمثله، رواه البخارى، ولأن الوضوء عبادة يرجع فى حالة العذر إلى نصفها فوجب فيها الترتيب كالصلاة، (كفاية الأخيار للدمشقي)

Artinya:

(dan tertib berdasarkan yang telah kami sebutkan) fardhu yang keenam adalah tertib, dan kefardhuannya ini diambil pemahaman dari ayat al-qur’an jika kami berpendapat bahwa huruf wawu adalah memiliki makna berurutan. Jika tidak, maka (kefardhuhan tertib adalah) dari perbuatan dan ucapan nabi Muhammad ‘alaihi as-shalatu wa as-salam. Karena tidak pernah dinukil (ada riwayat) dari Beliau ‘alaihi as-shalatu wa as-salamu bahwasanya Beliau hanya berwudhu secara berurutan. Dan karena Beliau ‘alaihi as-shalatu wa as-salamu bersabda setelah Beliau berwudhu secara tertib (ini adalah wudlu’ yang mana suatu shalat tidak bisa diterima tanpanya). Yakni seperti itu. Hadits riwayat Al-Bukhari. Dan karena wudlu merupakan ibadah yang dikembalikan pada kondisi berhalangan kepada setengahnya. Maka wajib di dalamnya untuk tertib sebagaimana shalat. (Kifayah Al-Akhyar)

 

 

Malang, 28 Pebruari 2025 (14:48 wib)

 

 

R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd.

Pengajar di Pondok Pesantren PPAI Annahdliyyah Karangploso Malang

Pengajar di Pondok Pesantren Riyadlul Qur’an Ngasem Ngajum Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar