Geertz (1960) sebagai seorang sosiolog yang mempelopori berkembangnya antropologi kebudayaan mengatakan bahwa seorang kiai, di samping perannya dalam masyarakat sebagai pelayan sosial, ia juga merupakan mediator budaya terhadap komunitasnya. Ia lah yang dapat menyaring informasi dan kebudayaan kepada para santri dan komunitas masyarakatnya sendiri yakni para kalangan kaum santri. Ia dalam perannya sebagai cultural broker dapat menyaring informasi dan kebudayaan luar yang masuk untuk dapat dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh santri dan masyarakatnya.
Permasalahannya adalah ketika arus informasi yang masuk terakumulasi dan tidak dapat dibendung seperti karena akses informasi sudah begitu mudah didapatkan oleh masyarakat seperti sekarang ini, maka di sinilah peran kiai menjadi macet. Dalam keadaan demikian ini, maka akan terjadi kesenjangan budaya (cultural lag) antara kiai dengan komunitas masyarakatnya. (Geertz, 1960)
Apa yang saya paparkan di atas adalah tesa dari Geertz (1960). Tesa tersebut ditentang oleh peneliti lainnya yaitu Hiroko Horikoshi (1987) yang mengatakan bahwa:
- Para kiai tidak bersikap meredam terhadap perubahan sosial yang terjadi, melainkan justru para kiai itu mejadi pelopor perubahan sosial dengan cara mereka sendiri.
- Para kiai bukanlah melakukan penyaringan terhadap kebudayaan melainkan lebih pada menawarkan suatu kebudayaan yang mereka anggap sesuai dengan kebutahan masyarakat yang ia pimpin.
- Para kiai pada dasarnya berperan sepenuhnya di dalam perubahan sosial, dan bukan kurang berperan dalam perubahan karena menunda perubahan sosial, karena mereka mengerti bahwa perubahan sosial memang tidak terelakkan.
Ilmu pengetahuan memiliki fungsi predektif yang dapat digunakan sebagai suatu ramalan tentang apa yang akan terjadi. Dan demikianlah tesis kedua tokoh tersebut. Semua berdasarkan penelitian mereka mencoba meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan dating. Kiranya anda dan kita semua saat ini dapat memberikan penilaian masing-masing tentang mana yang benar-benar terjadi pada masa millennial sekarang ini.
Referensi:
- Clifford Geertz, “The Javanese Kyai: The Changing Role of a Cultural Broker”. Dalam: Comparative Studies in Society and History, vol. 2, no.: 2 (Januari 1960), hlm: 228-249
- Hiroko Hiroshi, Kiai dan Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1987)
Malang, 15 Desember 2024
R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar