Kajian mengenai suatu doktrin seperti agama selalu dan selayaknya mewacanakan tentang bagaimana keberlangsungan (continuity) di masa saat ini dan akan datang. Lihat misalnya kajian John Obert Voll tentang perubahan dan keberlangsungan Islam dalam bukunya: Islam Continuity and Change in Modern World (1982). Nampaknya Voll menulis buku ini diilhami oleh fakta bahwa Islam merupakan agama yang paling pesat perkembangannya sejak 50 (lima puluh) tahun terakhir sampai tahun 1980-an.
Demikian pula pesantren, kajian tentangnya di masa sekarang seyogiayanya (atau harus?) memproyeksikan bagaimana keberlangsungannya di masa yang akan datang. Mempertahankan tradisi, nilai, dan ajaran yang diwarisi sejak dahulu, dan menghadapi perubahan-perubahan sosial di masa sekarang. Tulisan ini dalam bentuknya demikian singkat mencoba menyinggung mengenai hal apa saja yang harus dipertahankan dalam identitas pesantren. Di tengah berkembangnya corak dan warna pesantren saat ini. Meskipun demikian, tulisan singat ini tidak merasa memiliki pretensi untuk menawarkan solusi bagi semua tantangan yang tengah dihadapi pesantren.
Dalam hemat penulis, apa yang harus dipertahankan dari pesantren sedianya ada 2 (dua) hal. Pertama adalah berkaitan dengan elemen-elemen dasar pesantren. Dan kedua adalah berkaitan dengan nilai-nilai pesantren yang niscaya menjadi semangat dan jiwa yang selalu dijaga.
Berkenaan dengan elemen-elemen dasar pondok pesantren, studi Zamakhsyari Dhofier (1982) kiranya menjadi referensi yang masih dipertahankan sampai saat ini. Elemen dasar pesantren menurutnya adalah: (1) kiai, (2) santri mukim, (3) masjid, (4) kajian kitab kuning, dan (5) asrama. Hal ini menyatakan bahwa setiap lembaga pesantren harus ada kelima elemen pesantren tersebut. Di tengah perkembangan berbagai corak pesantren yang berkembang saat ini—seperti fenomena pesantren rakyat misalnya—identitas pesantren selayaknya ditentukan dari keberadaan kelima elemen tersebut. Sejauh mana perekembangan dan pengembangan pesantren, juga selayaknya tidak meninggalkan adanya kelima elemen tersebut.
Selanjutnya, selain elemen-elemen yang disebutkan di atas, aspek lain yang harus dipelihara adalah nilai-nilai pesantren yang telah diwarisi dan dipegang teguh sejak ratusan tahun yang lalu. Dalam catatan Muhammad Ali Ramadhani (2022) sejak abad ke-14 sampai dengan abad ke-15. Kelima nilai tersebut biasa disebut sebagai “Pancajiwa Pondok Pesantren”. Kelima “panca jiwa” tersebut adalah sebagai berikut: (1) Jiwa Keikhlasan; (2) Jiwa Kesederhanaan tapi agung; (3) Jiwa Kemandirian; (4) Jiwa Ukhuwah Islamiyyah (Persatuan); dan (5) Jiwa Kebebasan. (https://gontor.ac.id/)
Malang, 16 Desember 2023
R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd.
Pengajar di Pondok Pesantren PPAI Annahdliyah Karangploso Malang
Pengajar di Pondok Pesantren PPAI Alfithriyah Kepanjen Malang
Pengajar di Pondok Pesantren Riyadlul Qur’an Ngajum Kab. Malang.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar