Ada seorang ustadz menanggapi hasil bahsul masail NU Cirebon mengenai hukum nikah Sirri. Berikut bagian dari tanggapan beliau yang akan saya kutip:
Termasuk oleh karena itu, saya masih menyayangkan keputusan LBM PCNU Kabupaten Cirebon yang setengah-setengah. Katanya, nikah siri haram, tetapi akadnya tetap sah misalnya ketika menyangkut persoalan usia. Justru karena usialah nikah siri dan nikah dini/nikah anak itu juga haram. Saya menyampaikan permintaan agar keputusan bahsul masail itu disempurnakan secara tegas dan akan menjadi aturan di KUA.
Ada sedikitnya dua analogi yang dipakai, mengapa kemudian nikah siri haram, tapi sah. Satu, tentang pakaian hasil curian yang dipakai untuk shalat. Katanya, mencuri pakaiannya haram, tapi shalatnya sah. Lagi-lagi saya menyangkan, keputusan fikih seperti ini. Jadi mestinya mencuri pakaian itu haram dan shalat dengan pakaian hasil curian juga haram.
Dua, jual beli setelah adzan kedua Jum'at, katanya hukumnya haram, tapi transaksi jual belinya sah. Mestinya tidak boleh begitu. Transaksi jual belinya juga haram karena berlaku bagi umat Muslim.
Saya merasa analogi itu memang ada pentingnya. Namun begitu, tidak semua analogi bisa pas kalau kemudian dijadikan komparasi kasus per kasus. Ada saatnya analogi itu memang pas, ada kalanya analogi juga akhirnya malah mengaburkan hukum.
Maka inilah tanggapan saya atas tulisan itu:
Masalah haram, wajib, makruh, mubah, sunnah itu namanya hukum taklifi. tapi batal, sah, syarat, mani', rukhsah itu namanya hukum wadli'i. Hukum konteks.
Dalam beberapa hal, hukum Islam itu ada yang sah meskipun perilakunya haram. Contoh: berwudlu dengan air yang hasil ghasab. (misalkan, air di masjid yang disediakan untuk minum, digunakan untuk wudlu'). dalam kondisi yang demikian ini, wudlu'nya sah. tapi perilaku mengghasabnya adalah haram. (lihat Fathul Mu'in)
Dalam pandangan saya sendiri, masalah nikah sirri ini pada dasarnya adalah boleh. Karena pencatatan dari pemerintah bukan termasuk syarat rukun nikah. Pencatatan pemerintah itu pada dasarnya hanyalah fasilitas pembantu untuk kemaslahatan bersama (maslahah mursalah). Juga, buku nikah itu bukan buku ijin menikah, melainkan buku catatan nikah. Ijin nikah kalau dalam Islam datang dari walinya jika mujbir. atau datang dari dirinya sendiri jika ia sudah dewasa (dalam madzhab hanafi) atau sudah janda.
Akan tetapi, saya setuju keharaman nikah sirri dalam konteks Syadz Adz-Dzari'ah. Yakni mencegah dampak buruk dari suatu perkara yang pada awalnya dibolehkan. Di dalam Kitab Al-Bayan karya Abdul Hamid Hakim dikatakan:
شذ الذريعة هي: منع المسألة التي ظاهرها الإباحة. ويتوسل بها إلى الفعل المحذور
Syadz Adz-Dzari'ah adalah mencegah pelaksanaan suatu perkarah yang secara lahiriah adalah boleh. Namun jika diteruskan akan bedampak buruk (berpotensi terjadinya sesuatu yang bertentangan dengan semangat agama).
Dalam konteks ini, karena memang kehidupan perempuan di masa sekarang menjadi kurang terjamin kemaslahatannya, maka nikah sirri adalah haram karena alasan syadz adz-dzari'ah.
Malang, 6 Maret 2023
R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar