Deskripsi Masalah
Assalamualaikum. Maaf mau bertanya kejadian ini terjadi pada tetangga saya. Ada seorang berumah tangga, istrinya tinggal di rumah orang tuanya. Si suami mau ke istrinya selalu di larang. Kalau memaksa pun dtng ke mertua nya, si istrinya selalu tidak ada di rumah dan itu selalu buat alasan bahwa anak nya itu kerja di sebuah perusahaan. Lama dan lama ketahuan ternyata selama ini orang tua nya selalu menyembunyikan anak nya terhadap menantu nya. Ternyata si anak nya ini sedang hamil bukan sama menantu nya. Ternyata anaknya itu sudah berselingkuh dan orang tuanya mendukung nya bukan melarang nya. Malah orang tuanya meminta supaya menantu nya menceraikan anak nya.
Pertanyaan:
Yang menjadi pertanyaan kalau istrinya sudah hamil sama orang lain. Apa yg harus di lakukan suaminya? Mempertahankan karena sudah mempunyai anak 2 (dua), atau menceraikan nya?
Mohon penjelasan ustadz!, Tolong bantu jawab ustadz kasihan dia!
NN, Banten
- Perceraian yang wajib adalah seperti perceraian yang harus dilakukan karena suami bersumpah untuk tidak menggauli (menyetubuhi) istrinya selama umurnya atau selama lebih dari 4 (empat) bulan. (Abu Bakar Shatha Al-Makkiy, (3):3). Inilah yang dimaksud dengan al-iyla’, yakni bersumpah untuk tidak menggauli istrinya selama beberapa waktu. Hal ini didasarkan oleh beberapa hadits seperti di dalam Sunan An-Nasa’i yang menyatakan bahwa nabi pernah melakukan iyla’ kepada istrinya selama satu bulan. (An-Nasa’i, (6):288-289). Berdasarkan QS. Al-Baqarah, (2):226), maka secara otomatis jatuh thalaq jika seorang laki-laki bersumpah untuk tidak menggauli istrinya selama 4 (empat) bulan atau lebih.
- Perceraian yang sunnah (dianjurkan) adalah perceraian yang disebabkan beberapa hal seperti: 1) istri yang tidak bisa menjaga diri atau tidak berakhlaq baik; 2) istri yang tidak sabar (tidak merasa cukup) atas nafkah yang diberikan suaminya kepadanya; 3) suami yang tidak dapat memberikan hak-hak istrinya dengan baik (seperti hak mendapatkan perlindungan, perlakuan yang baik, dan ketenangan batin).
- Perceraian yang makruh, dan inilah hukum asal perceraian sebagaiaman dijelaskan para ulama atas hadits “tidak ada perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah thalaq”. Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in menjelaskan bahwa perceraian yang makruh adalah perceraian yang dilakukan dalam kondisi normal. Dalam arti tidak terjadi apa-apa (kegaduhan) yang berarti seperti pertengkaran yang demikian sangat atau semacamnya.
- Perceraian yang haram, yaitu perceraian yang bid’ah, seperti: (a) orang yang menceraikan istrinya yang digauli pada saat menstruasi sedang si laki-laki tidak membayar uang ganti rugi (di dalam fiqih Islam, suami yang menggauli istrinya di saat haidh harus membayar uang ganti rugi kepada istrinya), (b) menceraikan istrinya di masa suci di mana ia menjima’ istrinya di dalamnya; (c) menceraikan istri yang tidak mendapatkan gilirannya (bagi orang yang poligami); dan (d) sumai yang dalam kondisi sakit menceraikan istrinya dengan tujuan supaya terhalang mendapatkan warisan.
- Si laki-laki bersumpah sebanyak 4 (empat) kali bahwa istrinya berzina (janin yang ada di dalam perut istrinya bukan darinya). Dan bersumpah sekali lagi untuk yang kelima bahwa “laknat Allah akan sampai kepadanya, jika ia (suami) berbohong.”
- Si perempuan bersumpah sembanyak 4 (empat) kali bahwa tuduhan suaminya adalah tidak benar adanya. Dan bersumpah untuk yang kelima kalinya untuk menyatakan bahwa “kemarahan Allah akan tiba bagi dirinya jika tuduhan suaminya adalah benar.”
- Hak asuh diprioritaskan kepada ibu si anak sampai anaknya tamyiz (dewasa)
- Secara prioritas, hak asuh anak terjatuh kepada:
- 1) Ibu (pihak isteri)
- 2) Nenek dari istri sampai ke atas
- 3) Ayah (pihak suami)
- 4) Ibu dari ayah sampai ke atas
- 5) Saudara perempuan suami/istri
- 6) Bibi dari ibu suami/istri
- 7) Anak perempuan dari saudara perempuan suami/istri
- 8) Anak perempuan dari saudara laki-laki suami/istri
- 9) Bibi dari jalur ayah suami/istri
- 10) Siapa saja (dari keluarganya) dengan pertimbangan tertentu
- jika si anak sudah tamyiz (dewasa) maka ia bisa diminta memilih akan tinggal dengan siapa saja (ayah atau ibu)
- bahwa biaya hidup dan pendidikan ditanggung oleh si ayah meskipun ia tinggal bersama dengan ibunya.
- dalam hal ketika si istri menikah lagi, maka biaya hidup dan pendidikan dari anak dari suami yang telah bercerai itu ditanggung oleh suami lama dan suami baru.
- Al-Qur’an Al-Karim
- Hasyiyah Al-Baijuriy ‘ala Syarhi Abi Al-Qasim Al-Ghaziy ‘ala Matni As-Syaikh Abi Syuja’ (vol. 2). Karya: Syaikh Ibrahim Al-Baijuriy
- Fathul Mu’in Syarah Qurratul ‘Ain. Karya: Syaikh Zainuddin Al-Malibari
- I’anah Thalibin (vol. 4). Karya: Syaikh Abu Bakar Shatha Al-Makkiy
- Al-Fatawa Al-Mu’ashirah (vol. 4). Karya Syaikh Yusuf Al-Qardlawi
- Kifayah Al-Akhyar. Karya: Abu Bakar Al-Hishniy Ad-Dimasyqi
- Sunan An-Nasa’i (vol. 6). Karya: Al-Hafidh Abu Abdirrahman Ahmad bin Syu’aib An-Nasa’iy

Tidak ada komentar:
Posting Komentar