Kamis, 08 Juli 2021

TINJAUAN KITAB FATHUL MU’IN: KOPI LUWAK HARAM?

Apa itu Kopi Luwak?

Kopi luwak (Civet Coffee) merupakan jenis kopi sebagai bahan pembuatan minuman kopi dengan proses dimakan hewan bernama luwak terlebih dahulu. Dalam proses dimakan hewan luwak, biji kopi mengalami apa yang disebut sebagai fermentasi alami yang dipangaruhi oleh zat, enzim, dan beberapa bakteri yang ada di dalam tubuh luwak tersebut. (Krishnakumar, 2002). Proses fermentasi alami ini menbabkan beberapa komposisi pada biji kopi berubah. Komposisi yang berubah ini disinyalir dapat meningkatkan kualitas kopi luwak. Berbagai enzim dan bakteri asam laktat (BAL) dalam pencernaan luwak mempengaruhi perubahan komposisi tersebut. (Fuferti et al., 2013). Perubahan yang terjadi pada biji kopi luwak ada beberapa hal seperti: (1) rendah kafein, (2) rendah kadar asam (3) , rendah lemak, dan (4) rendah rasa pahit. Karena perubahan tersebut maka disinyalir kopi luwak menjadi kopi ternikmat di dunia. (Ditjen Perdagangan, 2013).


Bagaimana Tinjauan Kitab Fathul Mu’in? 

Di dalam kitab Fathul Mu’in disebutkan bahwa setiap kotoran yang keluar dari manusia maupun hewan adalah najis adanya. (halaman 11). Namun disebutkan pula bahwa jika hewan membuang kotoran ataupun memuntahkan makanannya, jika ‘ain (benda)-nya tidak berubah dan masih utuh sebagaimana sedia kala, maka ia hukumnya adalah mutanajjis. Dengan demikian dapat dibersihkan dan dimakan. (Halaman 11). Jelasnya dikatakan di dalam kitab fathul mu’in sebagai berikut:


وَلَوْ رَثَتْ أَوْ قَاءَتْ بَهِيْمَةٌ حَبًّا فَإِنْ كَانَ صَلَبًا بِحَيْثُ لَوْ زُرِعَ نَبَتَ فَمُتَنَجِّسٌ. يُغْسَلُ وَيُؤْكَلُ. وإِلَّا فَنَجَسٌ. (ص: 11)

Artinya:

Jika seekor hewan berak, atau ia muntah sesuatu yang berupa biji-bijian (yang dimakannya), jika biji-bijian tersebut masih keras (utuh) sekiranya jika ditanam masih bisa tumbuh, maka itu hukumnya adalah mutanajjis (benda suci yang terkena najis), sehingga bisa dicuci dan dimakan. Jika tidak demikian (tidak utuh dan tidak dapat ditanam) maka merupakan najis. (hlm 11)

Lebih lanjut dijelaskan bahwa perubahan tersebut ditinjau dari perihal keadaannya sebelum ditelan. Dan jika telah berubah meskipun sedikit maka itu adalah najis. Dan jika tidak berubah maka dia adalah mutanajjis. (halaman 11)

وَالَّذِيْ يَظْهَرُ أنَّهُ إِنْ تَغَيَّرَ عَنْ حَالِهِ قَبْلَ الْبَلْعِ وَلَوْ يَسِيْرًا فَنَجَسٌ. وإِلَّا فَمُتَنَجِّسٌ. (ص:11)

Artinya:

Hal yang jelas adalah: jika berubah dari kondisinya semula sebelum ditelan meskipun dengan perubahan yang sedikit, maka itu najis. Dan jika tidak berubah sama sekali maka merupakan mutanajjis. (halaman: 11)

Berdasarkan keterangan dalam kitab fathul mu’in tersebut terdapat dua kriteria untuk mengetahui apakan biji yang dikeluarkan hewan sebagai kotoran itu adalah masih bisa disucikan dan dimakan. Kedua kriteria tersebut adalah: (1) utuh dan tidak berubah; (2) dapat ditanam.

Di dalam kaitannya dengan kopi luwak, sebagaimana dijelaskan pada awal wacana tulisan ini, kopi yang telah dimakan oleh luwak mengalami perubahan pada rasanya dan juga beberapa komposisi kandungannya. Hal tersebut disebabkan oleh percampuran enzim dan bakteri asam laktat dari tubuh luwak tersebut. Demikian inilah yang menyebabkan terjadi perubahan pula pada rasa kopi luwak.

Berdasarkan tinjauan kitab fathul mu’in di atas, maka jelas bahwa kopi luwak sudah tidak memenuhi kriteria pertama dari apa yang disebutkan dalam kitab fathul mu’in tersebut. Kriteria yang tidak terpenuhi itu adalah kirteria keutuhan kondisi. Hal ini dikarenakan biji kopi yang dimakan oleh luwak telah mengalami perubahan komposisi di dalamnya yang menyebabkan perubahan rasa.

Sedangkan kriteria mengenai apakai biji kopi yang dimakan luwak tersebut dapat tumbuh ketika ditanam? Tentu hal ini memerlukan uji coba tersendiri. Pada intinya bahwa biji kopi luwak sudah tidak memenuhi kriteria pertama sehingga ia dihukumi sebagai najis dan tidak bisa dimakan.


Wallahu a’lam


Malang, 28 Dzulqa’dah 1442 H / 08 Juli 2021



R. Ahmad Nur Kholis

(Telegram/WA: 085233670202)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar