Assalamualaikum
Deskripsi masalah
Dalam suatu qurban idul adha ada panitia yg menangani qurban
Sebelum daging qurban dibagikan panitia mengambil sebagian daging qurban untuk dimasak dan dimakan bersama-sama
Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya daging hewan qorban yang dimasak oleh panitia qorban sebelum daging qurban tersebut dibagikan?
JAWABAN:
Wa’alaikum salam wa rahmatullah wa barakatuh.
الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ
Bolehkan panitia kurban mengambil daging hewan kurban untuk dimasak dan dimakan bersama rekan panitia?
Dalam merespon dan menanggapi pertanyaan yang telah disampaikan oleh sahabat fillah Masyruch El Basyirah tersebut diatas, segenap anggota musyawirin MTTM memiliki pandangan sebagai berikut:
Imam Syamsuddin; Muhammad bin Ahmad al Khatib al Syarbini al Syafi’i di dalam kitabnya (Mughni al Muhtaj) menjelaskan bahwa jenis yang no. 4 adalah tentang memakan daging kurban, beliau memulainya dengan menyatakan bahwa diperbolehkan bagi orang yang berkurban memakan (daging) dari hewan kurban yang disembelih atas nama dirinya sendiri sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah (tathawwu’). Bahkan hal itu (memakan daging kurban tathawwu’) adalah sunah karena menganalogikan atas hadiah tathawwu’ sebagaimana yang tersurat dalam firman Allah:
"Maka makanlah sebagian dari padanya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir." (QS. al Haj: 28)
Didalam sunan al Baihaqi juga disebutkan bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakan sebagian daging hewan yang dikurbankan. Al Syarbini juga mengungkapkan bahwa tidak diwajibkan memakan sebagian daging kurban sebagaimana yang dikemukakan (oleh sebagian pendapat yang menyatakan wajib) karena berpijak pada lahirnya ayat adalah juga berpijak pada firman Allah:
"Dan telah kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur." (QS. al Haj: 36)
Kalimat “kami jadikan untuk kamu (manusia)” merupakan perintah untuk memilih antara meninggalkan (tidak memakan) dan memakannya. Al Syarbini juga mengutip pernyataan imam Nawawi di dalam kitab al Muhaddzab yang menyatakan bahwa dikecualikan dari hal tersebut adalah orang yang berkurban atas nama orang lain, seperti atas nama orang yang telah meninggal dengan ketentuan (syarat) yang akan disebutkan, maka tidak diperbolehkan baginya dan orang kaya memakan sebagian daging kurban yang disembelih. Hal ini juga dipertegas oleh imam al Qaffal. Beliau menyatakan bahwa sesungguhnya orang yang berkurban atas nama orang yang telah meninggal, maka tidak halal baginya memakan sebagian daging hewan kurban yang disembelih kecuali dengan izinnya, sedang izin tidak mungkin didapat, maka wajib mensedekahkan (semua) daging kurban atas namanya. Demikian juga kurban yang bersifat wajib, tidak boleh baginya (orang yang berkurban) memakan sebagian daging hewan kurban yang disembelih. Jika ia memakan sebagian daging kurban, maka ia wajib mengganti.
Imam Ibnu Qasim al-Ghazi di dalam kitabnya (al Bajuri) juga menjelaskan bahwa tidak sah mewakilkan ibadah badaniyah kecuali haji, umrah, dan merawat jenazah selain menshalatinya. Dan termasuk di dalam haji adalah hal-hal yang berkaitan dengan haji, seperti dua raka’at tawaf. Pernyataan pengarang “dan seperti membagikan zakat” adalah seperti menyembelih hewan kurban, aqiqah, membagikan kafarat dan nadzar. Dan tidak diperbolehkan baginya (wakil) mengambil sesuatu dari hal-hal tersebut kecuali sesuatu (kadar) yang telah ditentukan oleh orang yang mewakilkan (muwakkil).
Imam Ibnu Abidin; Muhammad Amin bin Amr bin Abdul Aziz; Abidin al Dimasyqa al Hanafi (Ulama’ dari kalangan madzhab Hanafi) di dalam kitabnya (Raddu al Muhtar) menyatakan bahwa orang yang berkurban atas nama orang yang telah meninggal, maka ia melakukan sebagaimana ia melakukan dalam kurban atas nama diri sendiri, ya’ni mensedekahkan dan memakannya (sebagian) dan pahala diperuntukkan orang yang meninggal dan kepemilikan adalah bagi orang yang menyembelih.
Dari pemaparan tersebut diatas, secara implisit dapat diketahui bahwa menurut Ulama’ dari kalangan madzhab Syafi’i, panitia penyelenggara kurban tidak diperbolehkan mengambil sebagian daging kurban untuk dimakan bersama rekan panitia yang lain kecuali dengan seizin orang yang mana hewan kurban disembelih atas namanya (orang yang berkurban, mudlahhi). Sedang menurut Ulama’ dari kalangan madzhab Hanafi, panitia penyelenggara kurban diperbolehkan mengambil sebagian daging kurban untuk dimakan bersama rekan panitia yang lain walaupun tidak dengan izin orang yang mana hewan kurban disembelih atas namanya (orang yang berkurban, mudlahhi), karena panitia penyelenggara kurban merupakan kepanjangan tangan orang yang berkurban (mudlahhi), maka segala hukum yang berlaku padanya juga berlaku bagi panitia. Wallahu a’lam bis shawab.
Dasar pengambilan (1)
لنوع الرابع حكم الأكل من الأضحية، وقد شرع فيه بقوله (وله) أي للمضحي (الأكل من أضحية تطوع) ضحى بها عن نفسه، بل يستحب قياسا على هدي التطوع الثابت بقوله تعالى: {فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير} [الحج: 28] أي الشديد الفقر، وفي البيهقي «أنه - صلى الله عليه وسلم - كان يأكل من كبد أضحيته» وإنما لم يجب الأكل منها كما قيل به لظاهر الآية، لقوله تعالى: {والبدن جعلناها لكم من شعائر الله} [الحج: 36] فجعلها لنا، وما جعل للإنسان فهو مخير بين تركه وأكله قال في المهذب، وخرج بذلك من ضحى عن غيره كميت بشرطه الآتي فليس له ولا لغيره من الأغنياء الأكل منها، وبه صرح القفال وعلله بأن الأضحية وقعت عنه، فلا يحل الأكل منها إلا بإذنه، وقد تعذر فيجب التصدق بها عنه، والأضحية الواجبة لا يجوز له الأكل منها، فإن أكل منها شيئا غرم بدله . مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج (6/ 134)
Dasar pengambilan (2)
(قوله فلا يصح التوكيل في عبادة بدنية) الى ان قال...... (الا الحج) اى والعمرة وتجهيز الميت غير الصلاة عليه ويندرج في الحج توابعه كركعتي الطواف وقوله وتفرقة الزكاة مثلا اي وكذبح اضحية وعقيقة وتفرقة كفارة ومنذور ولا يجوز له اخذ شئ منها الا ان عين له الموكل قدرا منها. الباجوري على ابن قاسم – 1 – 387
Dasar pengambilan (3) oleh al-Ustadz Ibnu Malik:
مَنْ ضَحَّى عَنْ الْمَيِّتِ يَصْنَعُ كَمَا يَصْنَعُ فِي أُضْحِيَّةِ نَفْسِهِ مِنْ التَّصَدُّقِ وَالْأَكْلِ وَالْأَجْرُ لِلْمَيِّتِ وَالْمِلْكُ لِلذَّابِحِ. الدر المختار وحاشية ابن عابدين (رد المحتار) (6/ 326)
Referensi
1. Mughni al Muhtaj. VI/ 134
2. Al Bajuri ‘Ala Ibni Qasim. I/ 387
3. Raddul Muhtar. VI/ 326
Musyawirin
Member Group Majlis Ta'lim Tanah Merah (MTTM)
Musahhib
1. Al-Ustadz Tamam Reyadi
2. Al-Ustadz Wesqie Zidan Ardan
3. Al-Ustadz Abdul Malik
4. Al-Ustadz Ro Fie
5. Al-Ustadz Moh Ilhamudin
6. Al-Ustadz Imam Al-Bukhori
7. Al-Ustadz Ibnu Hasyim Alwi
Perumus dan Editor:
I. Al-Ustadz Ibnu Malik
II. Al-Ustadzah Naumy Syarif

Tidak ada komentar:
Posting Komentar