Oleh: R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
Disarikan dari:
1. Shiddiq, Achmad. 2004. Khittah Nahdliyyah.Surabaya: Khalista
2. Ibad, Muhammad Nurul. 2001. Menghidupkan Kembali Ruh KH Achmad Shiddiq. Jakarta: Kompas
3. Fealy, Gregory Jhon. 2001. Ijtihad Politik Ulama, Sejarah Pergulatan NU dengan Politik Praktis. Yogyakarta: LKIS
Nahdlatul Ulama sejak semula telah memiliki karakter sosial tawassuth wal I’tidal. Prinsip ini pada umumnya diterjemahkan sebagai sikap moderat. Jelasnya, prinsip tersebut dapat diterjemahkan sebagai paduan dari sikap akomodatif-kritis terhadap berbagai persoalan kehidupan, baik beragama, bermasyarakat maupun berbudaya. Akomodatif dalam arti menerima sesuatu dari luar yang merupakan kebaikan. Kritis dimaksudkan untuk tegas dalam menolak semua keburukan. Prinsip ini dipandang telah ada sejak masa Rasulullah. Prinsip ini harus diterapkan dala segala bidang, supaya agama Islam dan sikap ummatnya selalu menjadi saksi kebenaran bagi saksi tingkah laku ummat Islam pada umumnya.
Kiai Achmad Shiddiq sejak tahuan 1979 telah merumuskan penerapan prinsip tawassuth dalam kehidupan bernegara. Prinsip-prinsip ini kemudian diresmikan sebagai prinsip organisasi Nahdlatul Ulama pada Musyawarah Nasional (Munas) Alim-Ulama di Situbondo tahun 1983, dan dikukuhkan pada muktamar tahun berikutnya di tempat yang sama.
Penerapan prinsip tawassuth dalam kehidupan bernegara yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Negara Nasional (yang didirikan bersama oleh seluruh rakyat) wajib dipelihara dan dipertahankan eksistensinya. Hal ini berdasrkan fakta sejarah pada masa rasulullah dalam mendirikan Negara madinah.
2. Penguasa Negara (pemerintah) yang sah harus ditempatkan pada kedudukan yang terhormat dan ditaati, selama tidak menyeleweng, dan/atau memerintah ke arah yang bertentangan dengan hukum dan ketentuan Allah. Demikian ini berdasarkan hadits yang menjelaskan bahwa: jika kalian ada bertiga dalam perjalanan, maka angkatlah salah satu sebagai pemimpin.
3. Kalau terjadi kesalahan dari pihak pemerintah, cara memperingatkannya melalui tata cara yang sebaik-baiknya. Sikap demikian ini sebagaimana halnya dalam Al-Qur’an (QS. An-Nisa’:59). Demikian pula sikap para ulama sebagaimana Al-Ghazali dan ulama semasanya terhadap penguasa pada waktu itu meskipun dzalim.
Disarikan dari:
1. Shiddiq, Achmad. 2004. Khittah Nahdliyyah.Surabaya: Khalista
2. Ibad, Muhammad Nurul. 2001. Menghidupkan Kembali Ruh KH Achmad Shiddiq. Jakarta: Kompas
3. Fealy, Gregory Jhon. 2001. Ijtihad Politik Ulama, Sejarah Pergulatan NU dengan Politik Praktis. Yogyakarta: LKIS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar