Oleh: R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
A. Beberapa Pendapat Mengenai Pengertian Al-Qur’an
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Al-Qur’an secara Bahasa. Dua diantara pengertian Al-Qur’an secara Bahasa adalah sebagai berikut: (1) merupakan bentuk mashdar (verbal noun) dari fi’il madly yaitu: qara-a (telah membaca)– yaqra-u (sedang atau akan belajar)—qur’anan (bacaan). Sehingga Al-Qur’an dapat bermakna sebagai “sebuah bacaan”. (2) Sebagai adjective (wasfun) dari kata “al-qar’u” yang bermakan “al-jam’u” yang berarti kumpulan. (Az-Zarqani, tt:14)
Terlepas dari pendapat-pendapat yang beredar, kedua makna tersebut baik yang bermakna bacaan dan bermakna kumpulan, termaktub dalam Al-Qur’an QS. Al-Qiyamah (75:17) sebagai berikut:
إِنَّ عَلَيۡنَا جَمۡعَهُۥ وَقُرۡءَانَهُۥ ١٧
Artinya:
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.
Sedangkan makna Al-Qur’an secara istilah adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dari awal surah Al-Fatihah sampai akhir surah An-Nas. Merupakan ibadah bagi yang membaca, ditulis dalam mushaf, dan diturunkan secara mutawatir. (Az-Zarqani,tt:19)
B. Pengertian Ulum Al-Qur’an
Kata “ulum” adalah bentuk jama’ (plural) dari kata ilmu. Ilmu adalah: pemahaman dan penemuan (inquiri). (Al-Qatthan, tt:11). Jadi ilmu adalah penemuan sains yang bersifat ilmiah.
Sedangkan pengertian Ulum Al-Qur’an secara istilah adalah: “Ilmu yang mempelajari pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an dari sudut pandang pengetahuan mengenai sebab-sebab turunnya ayat, penyusunan dan pengurutan Al-Qur’an dan pengetahuan mengenai Makkiyah dan Madaniyyah, Nasikh-Mansukh, Muhkam Mutasyabih dan sebagainya yang berhubungan dengan Al-Qur’an. (Al-Qatthan, tt:11)
C. Sejarah Perkembangan Ulum Al-Qur’an
a. Era Transmisi Lisan (masa Nabi sampai dengan Umar)
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang senantiasa didukung oleh fakta-fakta ilmiah yang ditemukan belakangan. Hal ini membuktikan kemukjizatan Al-Qur’an. Ia (al-Qur’an) diturunkan Allah kepada nabi Muhammad sebagai petunjuk dalam beragama. Nabi menyampaikan pesan Al-Qur’an dalam bahasa arab kepada para sahabatnya dan dipahami mereka secara mendalam sebagai orang arab. Jika saja para sahabat kurang memahami akan pesan-pesan Al-Qur’an maka ia bertanya kepada Rasulullah. (Al-Qatthan, tt:5)
Seperti ketika turun ayat kepada Rasulullah QS Al-An’am:82 sebagai berikut:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمۡ يَلۡبِسُوٓاْ إِيمَٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ ٨٢
Artinya:
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk
Mendengar ayat tersebut maka para sahabat merasa keberatan dan bertanya kepada rasulullah tentang siapa dan apa yang dimaksud dengan kata dzulm (dzalim) dalam ayat tersebut?. Lalu nabi menjelaskan maksud ayat tersebut bahwa yang dimaksud dengan dzalim dalam ayat tersebut adalah syirik berdasarkan ayat dalam QS Luqman:13, yang berbunyi:
وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ ١٣
Artinya:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran tkepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar"
Dari ayat tersebut dijelaskan oleh Nabi Muhammad bahwa yang dimaksud dengan syirik dalam ayat Al-An’am tersebut adalah syirik. (Al-Qatthan, tt:5)
Para sahabat sangat bersemangat dalam kegiatan menguji bacaan atau hafalan Al-Qur’an mereka kepada nabi. Kegiatan ini disebut talaqqi. Bahkan orang yang paling banyak hafalan Al-Qur’annya di antara mereka seperti ketika mereka menghafal surah panjang seperti Al-Baqarah kedudukan mereka menjadi terhormat diantara yang lain. (Al-Qatthan, tt:5)
Lebih dari pada itu, para sahabat juga sangat bersungguh-sungguh mengamalkan kandungan Al-Qur’an dan menerapkan apa yang ada dari isi kandungan Kitab Suci itu. Diriwayatkan bahwa para sahabat tidaklah belajar kepada Nabi melebihi 10 ayat kecuali ia mengamalkan dahulu isi kandungan 10 ayat yang sudah dipelajari itu. Kemudian setelah mampu mengamalkannya mereka kembali lagi belajar ayat yang lain. (Qatthan, tt:5-6)
Nabi memerintahkan Al-Qur’an dan tidak memperkenankan menulis apapun yang disampaikannya kecuali Al-Qur’an. Hal demikian karena khawatir tercampurnya Al-Qur’an dengan apa yang bukan dari-Nya. (Al-Qatthan, tt:6) Ketika itu, belum ada teknologi kertas. Sehingga Al-Qur’an masih ditulis dalam teknologi yang sangat sederhana yakni dalam kulit dan tulang unta serta pelepah kurma.
Namun demikian bukan berarti hadits nabi ketika itu tidak beredar. Karena larangan untuk menulis adalah hanya untuk yang bukan Al-Qur’an. Periwayatan hadits secara lisan tetap berlangsung. Dan kegiatan talqin Al-Qur’an juga semarak bahkan sampai Abu Bakar dan Umar. (Al-Qatthan, tt:6)
b. Era pembukuan (masa Usman bin Affan)
Pada masa khalifah Utsman bin Affan, muncullah beberapa faktor yang mendorong dibuku-kannya Al-Qur’an dalam bentuk mushaf. Mushaf pun terbentuk dan disebut sebagai “mushaf utsmani”. Mushaf-mushaf tersebut kemudian digandakan dan dikirim ke beberapa kota dan masa inilah kita sebut sebagai masa permulaan Ilmu penulisan Al-Qur’an. (Al-Qatthan, tt:6)
c. Era I’rab Al-Qur’an (Masa Ali bin Abi Thalib)
Masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib ini disebut dengan masa pemurnian bacaan. Hal ini didorong oleh keadaan bahwa wilayah Islam telah semakin luas penyebarannya. Banyak bangsa-bangsa ajamy (non-arab) yang telah masuk ke pangkuan kekuasaan Islam. Seorang tokoh bernama Abul Aswad Ad-Duali meletakkan dasar-dasar ilmu nahwu dalam rangka memberikan pedoman pembacaan Al-Qur’an. Era ini dikenal dengan masa permulaan I’rab Al-Qur’an. (Qatthan, tt:6)
d. Tafsir di Masa Sahabat
Para sahabat memahami Al-Qur’an dengan berbeda-beda pemahaman di antara mereka. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, seperti: (1) Perbedaan kemampuan dalam hal pemahaman; (2) Perbedaan kebersamaan mereka dengan Rasulullah. Perbedaan pemahaman tersebut berimplikasi pada perbedaan penafsiran mereka akan Al-Qur’an yang kemudian diwariskan kepada murid-murid mereka kemudian. (Al-Qatthan, tt:7)
Beberapa orang di antara para sahabat itu ada yang terkenal sebagai mufassir. Di antara mereka adalah: (1) Khalifah Rasyidun; (2) Ibnu Mas’ud; (3) Ibnu Abbas; (4) Ubay bin Kaab; (5) Zaid bin Tsabit; (6) Abu Musa Al-Asy’ari; dan (7) Abdullah bin Zubair. Murid-murid Ibnu Abbas terkenal di Makkah antara lain: (1) Sa’id bin Jabir; (2) Mujahid; (3) Ikrimah Maula Ibni Abbas; (4) Thaus bin Kiysan Al-Yamani; dan (5) Atha’ bin Abi Rabbah. Murid-murid dari Ubay bin Kaab terkenal di Madinah di antaranya: (1) Zaid bin Aslam; (2) Abul Aliyah; (3) Muhammad bin Kaab Al-Qurdzi. Murid-murid dari Abdullah bin mas’ud di Iraq antara lain: (1) Al-Qamah bin Qays; (2) Masruq; (3) Al-Aswad bin Yazid; (4) Amir As-Syi’biy; (5) Hasan Al-Bashri; (6) Qatadah bin Da’aamah As-Sadusy. (Al-Qatthan, tt:7)
Ibnu Taymiyah berkata bahwa: paling alimnya tafsir di antara mereka para sahabat dan murid-muridnya adalah: Ahlul Makkah. Karena mereka adalah para murid Ibnu Abbas. Kemudian Ahlil Kufah murid-murid ibnu Mas’ud. Kemudian ulama ahli Madinah seperti Zaid bin Aslam dan putranya Abdurrahman dan Abdullah bin Wahab. (Al-Qatthan, tt:7)
Tafsir dalam masa ini tidak terkodifikasi dan tersistematis secara rapi seperti sekarang. Kebanyakan tafsir dari para tokoh-tokoh itu belum mencakup semua isi Al-Qur’an. Melainkan hanya sebagian-sebagian saja. Meskipun para sahabat seperti: Abddullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud dan Ubay bin Kaab sudah menafsirkan Al-Qur’an sangat banyak. (Al-Qatthan, tt:7)
Apa-pa yang diriwayatkan dari mereka para sahabat adalah meliputi: (1) Ilmu Tafsir; (2) Ilmu Gharib Al-Qur’an; (3) Asbabun Nuzul; (4) Ilmu Makkiyah dan Madaniyyah; dan (5) Ilmu Nasikh dan Mansukh. Namun kesemua ilmu ini masih diwariskan secara talqin (lisan). (Al-Qatthan, tt:8)
e. Era Pembukuan Tafsir (Abad ke-2 H)
Penulisan tafsir dimulai pada Abad ke-2 Hijriyah. Yakni pasca pembukuan Hadits dengan berbagai babnya. Kemudian dikumpulkanlah hadits-hadits yang mengandung atau membicarakan tentang Al-Qur’an. Sebagian ulama mengumpulkan tafsiran Al-Qur’an yang diriwayatkan dari Rasulullah atau dari Sahabat atau dari tabi’in. Diantara para ulama yang terkenal melakukan usaha demikian ini disebut juga sebagai Imam Hadits. Karena tafsir pada masa ini masih masuk dalam bagian bab dari kitab hadits. Tokoh-tokoh pada masa ini yang terkenal adalah seperti: Yazid bin Harun (w. 117 H); Syu’bah bin Hajjaj (w. 160 H); Waki’ bin Al-Jarrah (w. 197 H); Sufyan bin Uyainah (w. 198 H); dan Abdurrazzaq bin Hammam (w. 211 H). Hampir tidak didapatkan karya apapun sampai saat ini dari kesemua tokoh itu keculai sebuah manuskrip karya Abdurrazzaq bin Hummam. (Al-Qatthan, tt:8)
f. Tafsir pada Abad Ke-3 H
Pada Abad ke-3 ini seorang tokoh bernama Ibnu Jarir At-Thabari (w. 310) melakukan usaha-usaha dalam nenafsirkan Al-Qur’an secara keseluruhan. Dan pada masa inilah Tafsir Al-Qur’an secara keseluruhan sudah dibukukan tersendiri dan terpisah dari kitab hadits. (Al-Qatthan, tt:8)
Disamping itu, juga dikembangkan dan ditulis buku mengenai tema-tema dalam Ilmu Al-Qur’an yang sedianya harus dipahami oleh seorang mufassir. Syaikh Ali bin Al-Madani (w. 234 H) menulis kitab Asbabun Nuzul. Syaikh Abul Qosim bin Salam (w. 224 H) menulis kitab Nasikh wal Mansukh dan Qiraat. Ibnu Qutaibah (w. 276 H) menulis tentang Musykal Al-Qur’an. (Al-Qatthan, tt:8)
g. Tokoh-tokoh Ulama Ulumul Qur’an pada Abad ke 4 H
Pada era abad ke-4 Hijriyah ini ulama yang terkenal dalam Ulumul Qur’an adalah sebagai berikut (Al-Qatthan, tt:9):
1) Muhammad bin Khalaf bin Al-Marziban (w. 309 H) menulis kitab: Al-Hawi fi Ulum Al-Qur’an
2) Abu Bakar Muhammad bin Al-Qosim Al-Anbari (w. 327 H) menulis kitab: Fi Ulum Al-Qur’an
3) Abu Bakar As-Sajistani (w. 330 H) menulis kitab: Gharib Al-Qur’an
4) Muhammad bin Ali Al-Adufy (w. 388 H) menulis kitab: Al-Istighna’ fi Ulum Al-Qur’an
h. Tokoh-tokoh Ulama Ulumul Qur’an masa selanjutnya
Pada abad ke-4 ini para ulama dalam bidang Ulum Al-Qur’an adalah sebagai berikut (Al-Qatthan, tt:9):
1) Abu Bakar Al-Baqillani (w. 403 H) menulis kitab: I’jaz Al-Qur’an
2) Ali ibn Ibrahim bin Sa’id Al-Hufiy (w 430 H) menulis tentang: I’rab Al-Qur’an
3) Al-Mawardi (w. 450 H) menulis tentang Amtsal Al-Qur’an
4) Al-‘Izz bin Abdissalam (w. 660 H) menulis kitab: Majaz Al-Qur’an
5) Alimuddin As-Sakhawi (w. 643 H) menulis kitab: Ilm Al-Qiraat
6) Ibnil Qayyim (w. 751 H) menulis kitab: Aqsam Al-Qur’an
Tokoh-tokoh di atas hanya menulis satu tema saja dalam Ulum Al-Qur’an. Adapun para ulama yang menulis semua tema ulumul Qur’an dalam kitabnya adalah sebagai berikut (Al-Qatthan, tt:9) :
1) Imam Az-Zarqani menulis kitab: Manahil Al-Irfan fi Ulum Al-Qur’an
2) Ali bin Sa’id Al-Hufiy menulis kitab: Al-Burhan fi Ulum Al-Qur’an. Ia menulis sebanyak 30 jilid kitab Al-Burhan yang mana sampai sekarang masih diketemukan 15 jilid. Al-Hufy ini isebut sebagai orang pertama yang membukukan Al-Qur’an (secara lengkap).
3) Ibnul Jauzy (w. 597 H) menulis kitab: Funun Al-Afna’ fi Aja’ib Ulum Al-Qur’an
4) Badruddin Az-Zarkasyi (w. 784 H) menulis kitab: Al-Burhan fi Ulum Al-Qur’an
5) Jalaluddin Al-Bulqiny (w. 824 H) menulis kitab: Mawaqi’ Al-Ulum min Mawaqi’ An-Nujum
6) Jalaluddin As-Shuyuthi ( w. 911 H) menulis kitab Al-‘Ithqaan fi Ulum Al-Qur’an
i. Masa perkembangan modern
Pada perkembangan abad kebangkitan modern dalam Islam, dunia keilmuan Ulumul Qur’an ditandai dengan munculnya karya-karya dengan tema dan gaya baru. Seperti:
1) I’jaz Al-Qur’an (karya Mushthofa Shadiq Ar-Rifa’i)
2) At-Tashwir Al-Fanny fi Al-Qur’an dan Masyahid Al-Qiyamah fil Qur’an (karya Sayyid Qutub)
3) Tarjamatul Qur’an (karya: Syaikh Muhammad Mushtafa Al-Maraghi)
4) Mas’alatu Tarjamatil Qur’an (Karya Mushtafa Shabry)
5) Al-Bina’ Al-‘Adzim (karya: Dr. Muhammad Abdullah Darraz)
6) Mahasin At-Ta’wil (karya: Muhammad Jamaluddin Al-Qasimiy)
7) At-Tibyan fi Ulum Al-Qur’an (karya Syaikh Thahir Al-Jazairi)
8) Minhaj Al-Furqon fi Ulum Al-Qur’an (karya Syaikh Muhammad Ali Salamah)
9) Manahil Al-Irfan fi Ulum Al-Qur’an (karya Syaikh Muhammad Abdil Adzim Az-Zarqani)
10) Madzkurah Ulumil Qur’an (karya: Syaikh Ahmad Ahmad Ali)
11) Mabahits fi Ulum Al-Qur’an (karya Dr. Shubhi Shalih)
download fulltext: klik di sini!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar