Oleh: R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
1. (salah kaprah) dalam bertaqorrub kepada Allah
1. (salah kaprah) dalam bertaqorrub kepada Allah
Hal ini dilakukan dengan cara memalsukan hadits-hadits yang dapat membangkitkan kesenangan manusia dalam kebaikan. Juga hadits-hadits yang membuat mereka taku dalam melakukan hal-hal yang mungkar. Mereka itulah para pemalsu hadits merupaka sekelompok orang yang mengaggap dirinya sebagai zuhud dan orang sholih. Mereka itulah paling parahnya orang yang memalsukan hadits. Karena orang bisa saja menerima apa yang mereka palsukan sebagai hadits yang dapat dipercaya.
Di antara meraka ini adalah Maysarah bin Abdi Rabbih. Ibnu Hibban meriwayatkan hadits tentang para dhuafa’ dari Ibnu Mahdi, berkatalah ia (Ibnu Hibban): “Aku bertanya kepada Maysarah: ‘dari mana datangnya engkau membawa hadits ini? Barang siapa mengatakan demikian maka baginya juga demikian.” Ia (Maysarah) berkata: “Aku memalsukannya agar supaya orang-orang suka (berbuat demikian).”
2. Hendak menolong sebuah madzhab (golongan) tertentu
Hal ini terjadi apa lagi terhadap kelompok-kelompok (golongan) politik tertentu setelah merebaknya fitnah dan merebaknya kelompok-kelompok politik seperti Khawarij dan Syiah. Mereka sungguh telah memalsukan hadits-hadits yang (bertujuan) untuk menguatkan (pendapat) madzhabnya. Seperti hadits: “Ali adalah sebaik-baiknya manusia, barang siapa yang meragukannya maka ia kafir.”
3. Upaya pencemaran nama baik islam
Mereka adalah sekelompok orang dari kaum zindiq yang tidak mampu menipu daya Islam secara terang-terangan. Maka mereka beralih pada cara kotor (pemalsuan) hadits ini. Mereka lalu memalsukan sejumlah hadits dengan maksud melakukan tipu daya dan mencemarkan nama baik Islam. Di antara mereka adalah: “Muhammad bin Sa’id As-Syami”, yang disalibkan dalam kezindikan. Ia telah meriwayatkan dari Humaid dari Anas secara marfu’: “Saya adalah Nabi terakhir, yang tidak akan ada nabi selain saya jika Allah kehendaki.”
4. Tendensi kepada pemerintah
Yakni mendekatnya sebagian orang yang lemah imannya kepada pemerintah dengan memalsukan hadits-hadits yang sekiranya cocok kepada pemerintah tersebut untuk merubah keputusannya. Seperti (kedekatan) Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’iy Al-Kufy dengan Amir Al-Mu’mini Al-Mahdy ketika ia (ghiyats) mendatanginya sedang Al-Mahdy sedang bermain dengan burung dara. Maka ia (ghiyats) menggiring sanadnya dibelokkan kepada Nabi. Bahwasanya Nabi bersabda: “Tidak boleh hukumnya perlombaan kecuali dalam anak panah, atau sepatu atau kuku binatang atau sayap.” Hal ini dikatakan untuk menyanjung Al-Mahdi. Al-Mahdy tau maksud Ghiyats itu maka Ia (al-Mahdy) memerintahkan menyembelih merpati itu. Dan berkata: “Aku menanggungnya akan hal itu.”
5. Masalah cari nafkah/rezeki
Hal ini seperti sebagian orang juru kisah yang mana mereka berprofesi dengan jalan bercerita kepaa manusia. Sebagian mereka menginginkan perhatian orang dan ketakjuban mereka sehingga mereka mendengarkan dan memberinya nafakah, seperti: Ubay bin Sa’id al-Madaa’iny.
6. Mencari ketenaran
Hal itu dengan cara mendatangkan hadits-hadits yang aneh yang tidak pernah ditemui dari sisi guru-guru hadits. Mereka membalikkan sanad hadits untuk dianggap aneh dalam kedengarannya. Yang kemudian dengan itu ia dikenal di masyarakat karena keanehan tersebut. Hal ini seperti: Ibni Abi Dahiyyah dan Hammad An-Nashiby.
Referensi
Thuhan, Mahmud. 1415 H. Taysir Mushtalah Hadits. Alexandria: Markaz Al-Hady lid-Dirasat.
Fulltext download here!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar