Oleh: R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
A. Pengertian Strategi Belajar Mengajar
Istilah Strategi (atau juga disebut Perencanaan) pada mulanya digunakan dalam dunia kemeliteran. Strategi berasal dari bahasa Yunani Strategos yang berarti jenderal atau panglima, sehingga strategi diartikan sebagai ilmu kejenderalan atau ilmu ke-pangliamaan.[1]
Pengertian Stategi tersebut kemudian diterapkan dalam dunia pendidikan. Menurut Ensiklopedia Pendidikan, Strategi ialah: The Art of Bringing forces to the battle field in favorable position. Dalam pengertian ini strategi adalah suatu seni, yaitu seni membawa pasukan ke dalam medan tempur dalam posisi yang paling menguntungkan.
Dalam perkembangan selanjutnya strategi tidak lagi hanya seni, tetapi sudah merupakan ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari. Dengan demikian istilah strategi yang diterapkan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam kegiatan belajar-mengajar adalah suatu seni dan ilmu untuk membawakan pengajaran di kelas sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditatapkan dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Menurut Abd. Majid perencanaan adalah menyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan tersebut dapat disusun berdasarkan kebutuhan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan pembuat perencanaan.[2]
Namun yang lebih utama adalah: perencanaan yang dibuat harus dapat dilakukan dengan mudah dan tepat guna (efektifitas tinggi).
Bekenaan dengan perencanaan, William H. Newman dalam bukunya Administrative Actions Techniques of Organization and Management: sebagaimana dikutip Majid mengemukakan bahwa : “Perencanaan adalah menentukan apa yang dilakukan. Perencanaan mengandung rangkaian-rangkaian putusan yang luas dan penjelasan-penjelasan dari tujuan, penentuan kebijakan, penentuan program, penentuan metode-metode dan prosedur tertentu dan penentuan kegiatan berdasarkan jadwal sehari-hari.”[3]
Tujuan pengajaran itu sendiri ditetapkan dalam perencanaan pengajaran atau yang kita kenal dengan kurikulum. Disamping tujuan pengajaran, baik dalam arti tujuan instruksional maupun tujuan non-instruksional, kurikulum memuat isi dan pengalaman belajar yang semuanya turut menentukan pemilihan strategi belajar mengajar.
Sedangakan mengenai pengertian belajar dan mengajar ada beberapa pendapat para ahli. Antara lain akan diuraikan sebagaimana berikut:
1. Cronbach. Memberikan definisi: Learning is show by a change in behavior as aresult of experience.
2. Harold Spears memberikan batasan : learning is to observe, to read, to imetate, to trya something themselves, to listen, to follow direction.
3. Geoch, mengatakan : learning is a change in performance as aresult of practice.
Dari ketiga definisi di atas, maka dapat diterangkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalanya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan jadi lebih baik jika si subyek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik[4]
Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan pada anak didik. Menurut pengertian ini berarti tujuan belajar dari siswa itu hanya sekedar ingin mendapatkan atau menguasai pengetahuan. Sebagai konsekuensinya dapat membuat suatu kecendrungan anak didik menjadi pasif, karena hanya menerima informasi atau pengetahuan yang diberikan oleh gurunya. Sehingga pengajarannya bersifat teacher centerd. Jadi gurulah yang mnjalankan peran kunci dalam proses belajar siswa. Guru menyampaikan informasi/ pengetahuan/pelajaran. Dan siswa menerima pengetahuan itu. Oleh karena itu pengajaran seperti ini ada juga yang menyebutnya dengan pengajaran yang intelektualistis.[5]
Kemudaian, dalam pengertian yang luas, mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-bainya dan menghubungkan dengan anak, sehingg terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa. Kondisi itu diciptkan sedemikan rupa sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik jasmanai maupun rohani, baik fisik maupun mental.[6]
Dalam rangka membentuk kodisi yang kondusif itulah diperlukan sebauah strategi yang direncanakan untuk kemudian mengambil langkah menentukan metode belajar-mengajar. Strategi yang dibuattersebut dengan mempertimbangkan berbagai segi. Baik internal maupun eksternal. Berkenaan dengan diri guru dan siswa, atau berkenaan dengan lingkungan yang ada dan berkembang di sekitarnya.
Strategi belajar-mengajar itu memuat berbagai alternatif yang harus dipertimbangkan untuk dipilih dalam rangka perencanaan pengajaran. T. Raka Joni mengartikan Strategi Belajar sebagai pola dan urutan umum perbuatan guru-murid dalam mewujudkan kegiatan belajar-mengajar. Perbuatan atau kegiatan guru-murid di dalam proses belajar-mengajar itu terdiri atas bermacam-macam bentuk. Keseluruhan bentuk itulah yang dimaksud dengan pola dan urutan umum perbuatan guru-murid. Seorang guru yang merencanakan pengajarannya, lebih dahulu harus memikirkan strateginya. Setelah menentukan suatu alternatif barulah menyusun rencana pengajaran atau desain instuksional.[7]
Strategi Belajar Mengajar dapat dikelompokkan ke dalam bebeapa jenis. Dalam hal ini dikenal tiga macam strategi Belajar-Mengajar, yaitu : (1) Strategi Belajar-Mengajar yang berpusat pada guru; (2) Strategi Belajar-Mengajar yang berpusat pada peserta didik; (3) Strategi Belajar-Mengajar yang berpusat pada materi pengajaran.
Dilihat dari kegiatan pengolahan pesan atau materi, maka strategi Belaja-Mengajar dapat kita bedakan dalam dua jenis, yaitu : (1) Strategi Belajar-Mengajar Ekspositori dimana guru mengolah secara tuntas pesan/materi sebelum disampaikan di kelas sehingga peseta didik tinggal menerima saja; (2) Strategi Belajar-Mengajar heuristik atau kuoristik, dimana peserta didik mengolah sendiri pesan/materi dengan pengarahandari guru.
Strategi Belajar-Mengajar dapat pula dilihat dari cara pengolahan atau memproses pesan atau materi. Dari segi ini strategi belajar-mengajar dapat pula dibedakan dalam dua jenis, yaitu :
1. Strategi Belajar-Mengajar deduksi, yaitu pesan dari yang umum menuju pada yang khusus, dari hala-hal yang abstrak menuju hal-hal yang konkret.
2. Strategi Belajar-Mengajar Induksi, yaitu pengolahan pesan dimulai dari hal-hal yang khusus menuju kepada hal-hal yan gumum dari peristiwa-peristiwa yang bersifat individual menuju pada genera-lisasi. Dari pengalaman-pengalaman empiris menuju kepada konsep yang bersifat umum.[8]
Konsep perencanaan Pembelajaran atau Strategi Belajar-Mengajar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu:
1. Perencanaan Pengajaran sebagai teknologi; adalah suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku kognitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem-problem pengajaran.
2. Perencanaan Pengajaran sebagai suatu sistem; adalah sebuah susunan dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran. Pengembangan sistem pengajaran melalui proses yang sistemik selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada sistem perencanaan itu.
3. Perencanaan Pengajaran sebagai sebuah disiplin. Adalah cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teori tentang strategi pengajaran dan implementasinya terhadap strategi tersebut.
4. Perencanaan Pengajaran sebagai Sains (Science); adalah mengkreasi secara detail spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit dari materi pelajaran dengan segala tingkatan kompleksitasnya.
5. Perencanaan Pengajaran sebagai sebuah program; adalah ppengembangan ppengajaran secara sistemik yang digunakan secara khusus atas dasar teori-teori pembelajaran dan pengajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran. Dalam perencanaan ini dilakukan analisis kebutuhan proses belajar dengan alur yang sistematik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Termasuk di dalamnya melakukan evaluasi terhadap materi pelajaran dan aktivitas-aktivitas pengajaran.
6. Perencanaan Pengajaran sebagai sebuah realitas; adalah ide pengajaran dikembangkan dengan memberikan hubungan pengajaran dari waktu ke waktu dalam suatu proses yang dikerjakan perencana dengan mengecek secara cermat bahwa semua kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sains dan dilaksanakan secara sistematik.
Dengan mengacu kepada bebagai sudut pandang tesebut, maka perencanaan program pengajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pengajaran yang dianut dalam kurikulum. Penyusunan program sebagai sebuah proses, disiplin ilmu pengetahuan, realitas, sistem dan teknologi pembelajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajaran berjalan dengan efektifa dan efisien. Kurikulum khususnya silabus menjadi acuan utama dalam dalam penyusunan perencanaan program pengajaran, namun kondisi sekolah/madrasah dan lingkungan sekitar, kondisi siswa dan guru merupakan hal penting jangan sampai diabaikan.[9]
Cakupan dan sifat-sifat dari beberapa karakteristik yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan pengajaran adalah :
1. Signifikansi
Tingkat signifikansi tergantung pada tujuan pendidikan yang diajukan dan signifikansi dapat ditentukan bedasarkan kriteria-kriteria yang dibangun selama proses perencanaan.
2. Fleksibilitas
Maksudnya perencanaan harus disusun berdasarkan pertimbangan realistis baik yang berkaitan dengan biaya maupun pengimplemen-tasiannya.
3. Relevansi
Konsep relevansi berkaitan dengan jaminan bahwa perencenaan memungkinkan penyelesaian pesoalan secara lebih sepesifik pada waktu yang tepat agar dapat dicapai tujuan sepesifik yang lebih optimal.
4. Kepastian
Konsep kepastian minimum diharapkan dapat mengurangi kejadian-kejadian yang tidak terduga.
5. Ketelitian
Prinsip utama yang perlu diperhatikan ialah agar perencanaan pengajaran disusun dalam bentuk yang sederhana, serta perlu diperhatikan secara sensitif kaitan-kaitan yang pasti terjadi antara berbagai komponen.
6. Adaptibilitas
Diakui bahwa perencenaan pengajaran bersifat dinamis, sehingga perlu senantiasa mencari informasi sebagai umpan balik. Penggunaan berbagai proses memungkinkan perencanaan yang fleksibel atau adaptable dapat dirancang untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan.
7. Waktu
Faktor yang berkaitan dengan waktu cukup banyak, selain ketelibatan perencanaan dalam memprediksi masa depan, juga validasi dan reliabilitas analisis yang dipakai, serta kapan untuk menilai kebutuahan kependidikan masa kini dalam kaitannya dengan masa mendatang.
8. Monitoring
Monitoring merupakan proses mengembangkan kriteria untuk menjamin bahwa pelbagai komponen bekeja secara efektif.
9. Isi Perencenaan
Isi perencanaan merujuk pada hal-hal yang akan direncanakan. Perencanaan pengajaran yang baik perlu memuat : (a) Tujuan apa yang diinginkan; (c) Program dan layanan; (d) Tenaga manusia; (e) Keuangan (f) Bangunan fisik; (g) Struktur organisasi; (h) Konteks sosial.[10]
Download makalah pdf: di sini!
[1]Gulo, W., 2002. Op. Cit. Hal: 1
[2]Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Hal: 15
[3]William H. Newman, dalam Majid, Abd., Ibid. hal : 15-16
[4]Sariman.2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Hal 20
[5]Ibid. Hal: 47-48
[6]Ibid. Hal: 48
[7]Gulo, W., Op. Cit. Hal: 2
[8]Gulo, W. Ibid. Hal: 12-13
[9]Majid, Abdul. Op. Cit. Hal : 17-18
[10]Majid, Abdul. Op. Cit. Hal: 18-20

Tidak ada komentar:
Posting Komentar