Jumat, 31 Juli 2020

MENGAWETKAN DAGING KURBAN DAN PENDISTRIBUSIANNYA




Deskripsi Masalah

Fiqih dalam pengertian sebagai ilmu tentang hukum-hukum syariat yang tersirat praktis, telah menjadi warna dasar budaya umat Islam. Sejak awal pertumbuhannya fiqih telah berkembang sedemikian cepat, sehingga melampaui cabang-cabang ilmu lainnya, salah satunya adalah permasalahan kurban yang semakin hari semakin berkembang dari sisi tekhnis dan semakin modern dari sisi kemasan daging yang akan didistribusikan pada orang yang yang berhak mendapatkannya, semisal dengan pola pengawetan yang kemudian dikemas dalam kaleng agar pendistribusian daging tidak terkendala dengan waktu dan tempat, dan masih banyak lagi persoalan kurban di daerah.

Pertanyaan:

a).Bolehkah pengawetan daging kurban sebagaimana di atas?

Jawaban:

Mengawetkan daging kurban sebagaimana di atas hukumnya boleh, jika:

i).Tidak adanya fuqara yang berhak menerimanya atau ada yang berhak menerima, tetapi tidak mau menerima dikarenakan melimpahnya daging kurban.

ii).Daging yang diawetkan harus berupa daging mentah

iii).Sudah ada sebagian (meskipun sedikit) daging kurban yang telah dishadaqahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.

 Referensi dari kitab:

i). Hasyiyah Al Bajuri, II/301

الباجوري:2 / 301، ونصه:

 (قوله فَلَو اَخَّرهَا فَتَلِفَتْ لَزِمَهُ ضَمَانُهُ) اَيْ الْمَنْذُوْر وَالاَوْلَى ضَمَانُها كما فِي بعضِ النسخ وَلاَيُعْذَرُ فِي التَّأْخِيْرِ لَوْ عُدِمَت الفُقَراءُ اَوْ امْتَنَعُوا مِن اَخْذِ لَحْمِها لِكَثْرَةِ اللَّحْمِ فِي ايَّامِ التضْحِيَّةِ فَيَلْزَمُهُ الذَّبْح فِي تِلْك الاَيَّام ثُمَّ يَدَّخِرُهُ لَكِنْ اِذَا اَشْرف عَلى التَّلَفِ بِالاِدِّخَارِ فَهَلْ يَبِيْعُهُ وَيُحْفِظُ ثَمَنه اَوْيُقَدِّدُهُ وَيُدَخِّرُهُ قَدِيْدًا وَالاَقْرَبُ الاَوَّلُ، هَكَذَا نَقَلَ عَنِ الشّبْرَامَلْسِي وَالاَقْرَبُ عِنْدَ الثانِى لِسَلاَمَتِهِ مِنَ الْبَيْعِ الْمُمْتَنعِ وَاِنْ كَانَ قَدْ يُوَجَّهُ الاوَّل بِجَوَازه لِلضَّرورة.

Artinya: Seandainya seseorang mengakhirkan (kurban) kemudian rusak (sudah membusuk), maka baginya wajib mengganti qurban yang dinadzari, bahkan yang lebih utama seperti itu mengganti sebagaimana keterangan di dalam sebagian naskah manuskrip.
Akan tetapi tidak dipermasalahkan jika seandainya 
a). tidak ditemukan fakir dan miskin, 
b). mereka tidak mau mengambilnya lantaran saking banyaknya daging kurban di hari kurban. 
Jika demikian, maka ia wajib menyembelih kurban di hari-hari itu, kemudian menyimpannya atau mengawetkannya, tetapi jika disimpan atau diawetkan justru akan mendekati rusak atau busuk, apakah boleh dijual dan uang hasil penjualannya disimpan?
Pendapat yang mendekati kebenaran adalah pendapat pertama, yaitu boleh dijual dan uangnya disimpan. Demikian menurut pendapat yang dinukil dari Imam Sibromulsi.

Menurut pendapat lain (yang mendekati kebenaran) adalah pendapat kedua, yaitu boleh menjadikan dendeng (daging korban dikeringkan) karena menghindari terjadinya daging tersebut dijualbelikan yang statusnya terlarang, sekalipun pendapat pertama membuat alasan boleh menjualnya lantaran dlarurat.

ii).Hasyiyah Al-Bujairami ‘Ala Syarh Al-Khatib, III/244

حاشية البجيرمي على شرح الخطيب: 3 / 244 
 (وَيُطْعِمُ الْفُقَرَاءَ وَالْمَسَاكِينَ) مِنْ الْمُسْلِمِينَ، عَلَى سَبِيلِ التَّصَدُّقِ مِنْ أُضْحِيَّةِ التَّطَوُّعِ بَعْضِهَا وُجُوبًا وَلَوْ جُزْءًا يَسِيرًا مِنْ لَحْمِهَا بِحَيْثُ يَنْطَلِقُ عَلَيْهِ الاسْمُ وَيَكْفِي الصَّرْفُ لِوَاحِدٍ مِنْ الْفُقَرَاءِ أَوْ الْمَسَاكِينِ. وإِنْ كَانَتْ عِبَارَةُ الْمُصَنِّفِ تَقْتَضِي خِلافَ ذَلِكَ بِخِلافِ سَهْمِ الصِّنْفِ الْوَاحِدِ مِنْ الزَّكَاةِ لا يَجُوزُ صَرْفُهُ لأَقَلَّ مِنْ ثَلاثَةٍ لأَنَّهُ يَجُوزُ هُنَا الاقْتِصَارُ عَلَى جُزْءٍ يَسِيرٍ لا يُمْكِنُ صَرْفُهُ لأَكْثَرَ مِنْ وَاحِدٍ وَيُشْتَرَطُ فِي اللَّحْمِ أَنْ يَكُونَ نِيئًا لِيَتَصَرَّفَ فِيهِ مَنْ يَأْخُذُهُ بِمَا شَاءَ مِنْ بَيْعٍ وَغَيْرِهِ.

Artinya: Dan memberikan makan terhadap fuqoro dan masakin (dari kelompok muslimin) dengan melalui jalan shodaqoh dari qurban sunnah sebagiannya secara wajib meskipun sebagian kecil dari dagingnya boleh ditasarufkan kepada satu orang fakir atau satu orang miskin, meskipun redaksinya mushannif mengindikasikan berbeda dari itu. Hal ini berbeda dengan kasus zakat, di mana bagian satu tidak boleh ditasarufkan kepada kelompok yang jumlahnya kurang dari tiga orang, karena di sana boleh dibatasi pada sebagian kecil, berarti tidak mungkin mentasarufkan kepada lebih dari satu orang. Daging yang mau ditasarufkan syaratnya harus mentah (belum dimasak) agar orang yang menerimanya bisa leluasa mentasarufkannya, baik dijual atau lainnya.

b).Bolehkah mendistribusikan daging kurban melampaui hari raya kurban dan hari tasyrik?

Jawaban:

Boleh, dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana pada jawaban nomor satu.

Referensi dari kitab: 

al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab: IX/329

فَرْعٌ يَجُوْزُ أن يدَّخِرَ مِنْ لَحْمِ الأضْحِيَةِ وَكَانَ إدِّخَارُهَا فَوْقَ ثَلاَثَةِ أيَّامٍ مَنْهِيُّا عَنْهُ ثُمًَّ أذِنَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم فِيْهِ وَذَلِكَ ثَابِتٌ فِى الأحَادِيْثِ الصَّحِيْحَةِ اَلْمَشْهُوْرَةِ الَى أنْ قَال : وَالْمُسْتَحَبُّ اَنْ يَكُوْنَ مِنْ نَصِيْبِ الْعَقْلِ لاَ مِنْ نَصِيْبِ الصَّدَقَةِ وَالْهَدِيَّةِ (المجموع فى الجزء 9 ص 329, مكتبة دار الكتب العلمية 2007/1429 

Artinya: (Cabang) boleh menyimpan daging kurban, penyimpanan daging hewan kurban melebihi  3 hari dulunya di larang, kemudian diizinkan oleh Rasulullah SAW. Hal itu berdasarkan Hadits shahih yang sudah terkenal.
Akan tetapi yang disunahkan itu diambil dari bagian daging hewan kurban yang boleh dimakan, bukan dari bagian yang di sedekahkan maupun bagian yang dihadiahkan.  
 
c).Bolehkah pendistribusian daging kurban di luar daerah kurban setempat, semisal daerah bencana yang jauh dari daerah kurban?

Jawaban:

Khilaf. Referensinya sama dengan masalah sebelumnya.

d). Bolehkah pola pemerataan daging kurban untuk menghindari kecemburuan sosial?

Jawaban:

Boleh, dengan rincian sebagai berikut:

i).Jika tasarufnya kepada para fakir, maka hukumnya boleh secara mutlak (baik memberi makan, sedekah maupun kepemilikan atau tamlik)

Referensi dari kitab: Bujairomi Iqna’, III/ 244

حاشية البجيرمي على شرح الخطيب: 3 / 244:

(وَيُطْعِمُ الْفُقَرَاءَ وَالْمَسَاكِينَ) مِنْ الْمُسْلِمِينَ، عَلَى سَبِيلِ التَّصَدُّقِ مِنْ أُضْحِيَّةِ التَّطَوُّعِ بَعْضِهَا وُجُوبًا وَلَوْ جُزْءًا يَسِيرًا مِنْ لَحْمِهَا بِحَيْثُ يَنْطَلِقُ عَلَيْهِ الاسْمُ وَيَكْفِي الصَّرْفُ لِوَاحِدٍ مِنْ الْفُقَرَاءِ أَوْ الْمَسَاكِينِ. وإِنْ كَانَتْ عِبَارَةُ الْمُصَنِّفِ تَقْتَضِي خِلافَ ذَلِكَ بِخِلافِ سَهْمِ الصِّنْفِ الْوَاحِدِ مِنْ الزَّكَاةِ لا يَجُوزُ صَرْفُهُ لأَقَلَّ مِنْ ثَلاثَةٍ لأَنَّهُ يَجُوزُ هُنَا الاقْتِصَارُ عَلَى جُزْءٍ يَسِيرٍ لا يُمْكِنُ صَرْفُهُ لأَكْثَرَ مِنْ وَاحِدٍ وَيُشْتَرَطُ فِي اللَّحْمِ أَنْ يَكُونَ نِيئًا لِيَتَصَرَّفَ فِيهِ مَنْ يَأْخُذُهُ بِمَا شَاءَ مِنْ بَيْعٍ وَغَيْرِهِ.

Artinya: Dan memberikan makan terhadap fuqoro dan masakin dari kelompok muslimin dengan melalui jalan shodaqoh dari qurban sunnah sebagiannya secara wajib meskipun sebagian kecil dari dagingnya boleh ditasarufkan kepada satu orang fakir atau satu orang miskin, meskipun redaksinya mushannif mengindikasikan berbeda dari itu. Hal ini berbeda dengan kasus zakat, di mana bagian satu tidak boleh ditasarufkan kepada kelompok yang jumlahnya kurang dari tiga orang, karena di sana boleh dibatasi pada sebagian kecil, berarti tidak mungkin mentasarufkan kepada lebih dari satu orang. Daging yang mau di tasarufkan syaratnya harus mentah (belum dimasak) agar orang yang menerimanya bisa leluasa mentasarufkannya, baik dijual atau lainnya.

ii).Jika tasarufnya kepada para aghniyak (orang-orang kaya), maka status pemberiannya hanya sebatas memberi makan dan hadiah

Referensi dari kitab: 
Majmu’: 8/ 415

المجموع شرح المهذب: 8 / 418
قَالَ أَصْحَابُنَا وَلَيْسَ لَهُ أَنْ يُتْلِفَ مِنْ لَحْمِ الْمُتَطَوِّعِ بِهَا شَيْئًا بَلْ يأكل ويطعم ولايجوز تَمْلِيكُ الْأَغْنِيَاءِ مِنْهَا شَيْئًا وَإِنَّمَا يَجُوزُ إطْعَامُهُمْ وَالْهَدِيَّةُ إلَيْهِمْ وَيَجُوزُ تَمْلِيكُ الْفُقَرَاءِ مِنْهَا لِيَتَصَرَّفُوا فِيهِ بِالْبَيْعِ وَغَيْرِهِ ......

Artinya: ….. para ashhab kita berkata seseorang tidak boleh menghabiskan  daging kurban sunnah akan tetapi boleh ia memakan dan membuat makanan, dan tidak boleh orang-orang kaya itu memiliki sedikit pun daging kurban tetapi boleh memberikan makan kepada para aghniya dan memberikan hadiah kepada mereka, dan para fakir boleh memiliki sebagian dari daging kurban untuk mereka tasarufkan , baik dengan cara dijual maupun lainnya. 

iii).Jika tasarufnya kepada kafir dhimmi, maka disyaratkan udlhiyyah tersebut berstatus sunnah, bukan wajib atau nadzar.

Referensi dari kitab: 
a).al-Majmu’: IX/338

قَالَ انْن الْمنذر: أجْمَعَتْ الأمَّةُ عَلَى جَوَازِ اطْعَامِ الفُقَرَاءِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنَ الأضْحِيَةِ . وَاخْتَلَفُوْا  فِى إطْعَامِ فُقَرَاءِ اهْلِ الذِّمَّةِ فَرَخَّصَ فِيْهِ الْحَسَنُ البَصْرِيُّ وَابو حَنِيْفَةَ وَابو ثَورٍ  

Artinya:  Imam Ibnu Mundzir berkata: Telah terjadi kesepakatan ummat atas bolehnya memberikan makan fuqoro’ kaum muslimin dari binatang kurban. Tetapi mereka berselisih pendapat mengenai memberikan makan fuqoro’ ahli dzimmah. 

Imam Hasan al-Bashri, Abu Hanifah, dan Abu Tsaur memberikan dispensasi (kemurahan) yaitu status membolehkannya. 

b).Al-Majmu’, Syarh al-Muhadzab: Jوz: XV/417

المجموع شرح المهذب: 18 / 418
وَلاَ يَجُوْزُ تَمْليْكُ الأغْنِيَاء مِنْهَا شَيْئًا وَإنَّمَا إطعامُهُمْ  والْهدية اليهم

Artinya: Tidak boleh hukum memberikan milik (tamlik) kepada para aghniya’ (orang-orang kaya) dari sesuatu binatang kurban, akan tetapi hanya boleh memberikan makan (ith’am) dan hadiah kepada mereka ahli dzimmi.

c).al-Majmu’: IX/338

وَقَال مَالِكٌ : غَيْرُهُمْ أحَبٌّ الَيْنَا  وَكَرِهَ مالِكٌ ايضا إعْطَاءَ النَّصْرَانِيِّ جِلْدَ الاضْحِيَةِ اَوْ شَيْئًا مِنْ لَحْمِهَا وَكَرِهَ اللَّيْثُ, قَالَ: فَإنْ طَبَخَ لَحْمَهَا فَلا بَأسَ بِأكْلِ الذِّمِّيِّ مَعَ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْهُ وَهَذَا كلامُ ابنُ الْمُنذر  وَلَمْ أرَ لأصْحَابِنَا كَلاَمًا فِيْهِ .
وَمُقْتَضَى الْمَذْهَبِ: أنه يَجُوْزُ إطْعَامُهُمْ مِنْ أضْحِيَةِ التَّطَوُّعِ دُوْنَ الْوَاجِبَاتِ.

Artinya: Imam Malik berpendapat bahwa selain mereka (Abu Hasan) lebih saya senangi. Imam  Malik juga membenci untuk memberikan kulit binatang kurban kepada orang Nashrani atau memberi sesuatu dari dagingnya kepada mereka.
Imam Allaits juga membencinya, bahkan beliau berkomentar bahwa jika seseorang memasak dagingnya (daging binatang kurban) maka tidak dipermasalahkan manakala orang dzimmi tersebut memakannya bersama-sama dengan kaum muslimin. Ini adalah pendapat Imam Ibnu Mundzir. 

Saya tidak melihat Ashhab kita memberikan komentar tentang masalah ini. 

Adapun inti pembahasan madzhab imam syafi’i adalah boleh memberikan makan kepada mereka ahli dzimmi dari kurban yang berstatus sunnah, bukan kurban wajib.

Bolehkah kurban yang ditujukan untuk bayi (yang telah lahir) meninggal di kandungan yang telah berusia 7 bulan ? Jika tidak sah bolehkah dibuat akikah?
Jawaban:

Boleh secara mutlak menurut Abul al-Hasan al-Abbadi
Referensi dari kitab:

المجموع: 8 / 408، ونصه:
(وَأَمَّا) التَّضْحِيَةُ عَنْ الْمَيِّتِ فَقَدْ أَطْلَقَ أَبُو الْحَسَنِ الْعَبَّادِيُّ جَوَازَهَا لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَالصَّدَقَةُ تَصِحُّ عَنْ الْمَيِّتِ وَتَنْفَعُهُ وَتَصِلُ إلَيْهِ بِالْإِجْمَاعِ

Artinya: Adapun kurban untuk mayit, Abu Hasan al-Abbadi membolehkannya secara mutlak karena hal tersebut termasuk jenis shodaqoh. Sedang shodaqoh kepada orang yang meninggal adalah sah dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana pendapat ijma ulama.

(Hasil Bahtsul Masail PCNU Jombang ke-10, Ahad, 26 Rabiul Awal 1433 H/19 Februari 2012 di Masjid Baiturrahman Jlopo Bareng, Jombang, sebagai kelanjutan dari Bahtsul Masail PCNU, 03 Muharram 1433 H/18 Desember 2011).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar