(Sebuah Tinjauan Pendahuluan)
Oleh: R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
1. Makna dan Definisi
Alex Lanur Ofm dalam bukunya: “Logika Selayang Pandang” mengatakan bahwa untuk menuju kepada apa yang disebut dengan kegiatan ‘mengerti’ maka dibutuhkan suatu pengetahuan akan makna dan term (definisi). (Ofm, 1983). Oleh karenanya baik di sini keduanya untuk digunakan sebagai cara kita untuk memahami filsafat.
Secara etimologis (bahasa) kata filsafat merupakan istilah yang berasal dari bahasa Inggris dan Bahasa Yunani. Dalam bahasa Inggris merupakan terjemahan dari kata Philosophy. Sedangkan dalam bahasa Yunani merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata philen atau philos yang memiliki arti ‘cinta’ dan sofien, sophi atau sophia yang artinya ‘kebijaksanaan’. (Rappar, 1988); (Basri, 2009:9)
Secara terminologis (istilah), filsafat adalah sebuah pola pikir dengan ciri-ciri tertentu, yakni kritis, sistematis, logis, kontemplatif, radikal dan spekulatif. (Basri, 2009:9)
Salahudin (2011:11-12) mengemukakan beberapa definisi filsafat. Diantaranya adalah, bahwa: “Filsafat adalah proses pencarian kebenaran dengan cara menelusuri hakikat dan sumber kebenaran secara sistematis, logis, kritis, rasional, dan spekulatif.” Dalam hal ini akal yang merupakan alat utama dalam pencarian kebenaran adalah akal.
Pengertian yang masih sangat tradisional tentang filsafat dikemukakan oleh Ghufron (2017:64) diantara banyak definisi yang diajukan. Salah satunya adalah: “Proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi.” Definisi ini sangat menggambarkan bagaimana filsafat pada awal perkembangannya mampu mendobrak kekuasaan mitos terhadap akal manusia.
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan para tokoh tersebut kiranya dapat di simpulkan bahwa definisi filsafat secara prinsip adalah: “Sebuah kegiatan berfikir yang kritis, logis, sistematis, spekulatif dan radikal.” Berfikir kritis menunjukkan bahwa cakupan filsafat adalah segala apa yang ada. Logis adalah berfikir dengan menggunakan aturan berfikir akal budi. Sistematis menunjukkan pemikiran yang runtut dan teratur dan saling berhubungan satu sama lain. Spekulatif berarti bahwa kebenaran filsafat tidak dapat dipastikan. Radikal berarti berfikir secara menyeluruh dan tuntas sampai pada akar-akarnya. (Basri, 2009:9); (Suriasumantri, 2003, 21:22); (Rappar, 1988)
2. Asal Mula Filsafat
Telah dikemukankan pada awal wacana makalah bahwa pada mulanya alam adalah relatias yang penuh rahasia. Kemudian filsafat datang untuk menyingkap rahasia-alam tersebut bagi manusia. Berikut ini akan diuraikan tentang asal mula kemunculan filsafat dalam peradaban manusia.
Setidaknya dapat dikemukakan 4 (empat) hal di sini sebagai pemicu awal mula kemunculan filsafat. Keempatnya adalah: (1) Ketakjuban manusia; (2) Ketidakpuasan; (3) Hasrat bertanya; dan (4) Keraguan / meragukan.
3. Sifat Dasar (karakteristik) Filsafat
Ada beberapa karakteristik dari filsafat, yaitu: (1) Berpikir radikal; (2) Mencari asas; (3) Memburu kebenaran; (4) Mencari kejelasan; (5) Berpikir rasional; dan (5) Spekulatif. (Rappar, 21-23); (Suriasumantri, 2003:20-22). Berpikir radikal adalah berpikir secara tuntas sampai pada akar-akarnya (radix=akar). Berpikir radikal bukan berarti hendak menghilangkan, memutar balikkan atau membuang segala sesuatu. Melainkan merupakan berpikir mendalam untuk mencapai akar persoalan yang dipermasalahkan. Berpikir radikal justru hendak memperjelas realitas lewat penemuan serta pemahaman akan akar realitas itu sendiri. (Rappar, 1995:21). Mencari asas berarti mencoba mencari asas yang paling hakiki dalam keseluruhan realitas itu. Tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar (asas) yang dapat diandalkan. Pertanyaan-pertanyaan seperti: ‘Apakah yang disebut logis?’, ‘Apa yang disebut benar?’, ‘Apa yang disebut sahih/valid?’, ‘Apakah hidup ini memiliki tujuan atau absurd?’, ‘Adakah hukum yang mengatur kehidupan?’ dan ‘Tidakkah dalam keanekaragaman itu hanya ada satu asas?’ merupakan pertanyaan-pertanyaan filsafati yang mencoba mencari asas. (Rappar,1995:22); (Suriasumantri, 2003:22). Memburu kebenaran menandakan bahwa seorang filsuf adalah seorang yang suka memburu kebenaran segala sesuatu. Kebenaran yang sudah diraih seorang filsuf haruslah kebenaran yang sungguh-sungguh dapat dipertanggungjawabkan. Kebenaran itu harus terbuka untuk diuji dengan segala kritik, dimana jika ia dikalahka maka berarti telah gagal dipertahankan sebagai kebenaran. Upaya memburu kebenaran ini adalah demi kebenaran itu sendiri. Dan kebenaran yang dibuuru adalah kebenaran yang lebih meyakikan serta lebih pasti. Mencari kejelasan menunjukkan bahwa seorang filsuf merupakan orang yang berusaha dengan gigih mencari kejelasan dan mengeliminasi segala sesuatu yang tidak jelas, yang kabur, dan yang gelap bahkan segala sesuatu yang bersifat rahasia dan berupa teka-teki. Tanpa hal ini filsafat akan menjadi suaut yang mistik, serba rahasia, kabur, gelap, dan tak mungkin menggapai kebenaran. Kesemua hal yang telah disebutkan di atas sebelumnya, yakni: berpikir secara radikal, mencari asas, memburu kebenaran dan mencari kejelasan tidak dapat dilakukan tanpa adanya kegiatan beripikir secara rasioanl. Berpikir rasional berarti berpikir secara logis, sistematis dan kritis. (Rappar, 1995:23-24)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar