Oleh: R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd
Kapitalisasi Pendidikan dan Implikasinya terhadap Konsumerisme dalam Pendidikan
Pasca bergulirnya reformasi, upaya libelarisasi dalam berbagai sektor menjadi sangat gencar dilakukan. Hal ini juga tidak lepas dari pengaruh luar negeri, yakni negara adikuasa Amerika. Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut menandatangani pembentukan World Trade Organization (WTO) dan General Agreement on Trade in Services (GATS). Hal demikian ini membuat Indonesia harus ikut serta dalam perdagangan bebas dengan melaksanakan liberalisasi dalam semua transaksi perdagangan. (Hilman, 2015:17)
Selanjutnya bidang pendidikan dimasukkan WTO sektor usaha tersier. Di samping semua usaha ekstraksi hasil tambang dan pertanian sebagai usaha primer dan bidang usaha untuk mengolah bahan dasar menjadi barang, bangunan, produk manufaktur dan utilities sebagai usaha sekunder. (Hilman, 2015:17)
Ada 5 bidang usaha pendidikan menurut WTO, yaitu: (1) Jenjang pendidikan tingkat dasar, (2) Jenjang pendidikan tingkat menengah, (3) Jenjang pendidikan tingkat tinggi, (4) Pendidikan non-formal untuk orang dewasa, (5) dan pendidikan lainnya. WTO juga melegitimasi 4 (empat) metode penyediaan jasa, yaitu: (1) Cross-border supply, tawaran pendidikan tingkat tinggi via online (on-line degree program), pembelajaran dengan cara jarak jauh (distance learning), dan kursus jarak jauh (tele course), (2) Consumption abroad, pegiriman atau pertukaran mahasiswa ke luar negeri, (3) Commercial Presence, pembukaan cabang perguruan tinggi luar negeri melallui kerja sama dalam bentuk partnership, subsidiary, twinning arrangement, dengan Pergururan Tinggi dalam negeri, (4) Presence of natural person, yaitu menghadirkan tenaga pengajar dari luar negeri. (Hilman, 2015)
Diterbitkannya Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan menunjukkan bahwa upaya kapitalisasi pendidikan sangat kuat. Meskipun kemudian Undang-undang tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, karena dinilai bertentangan dengan konstitusi negara, namun semangat dan upaya-upaya liberalisasi ini masih mewarnai dunia pendidikan kita. (Hilman, 2015)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, mencerminkan prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan (UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003) adalah sebagai berikut:
1. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa,
2. Satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multi makna, diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat,
3. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran,
4. Mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat,
5. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar