Senin, 19 Juni 2017

KOMPETENSI SOSIAL SEORANG GURU

Oleh: R. Ahmad Nur Kholis, M.Pd

Kompetensi Seorang Guru
Lubis, dkk. (2011:8) menyebutkan bahwa kompetensi guru ada 4 (empat) yaitu: 1) Kompetensi Pedagogik; 2) Kompetensi Kepribadian; 3) Kompetensi Sosial; dan 4) Kompetensi Profesional. Keempat kompetensi ini merupakan tolok ukur kemampuan guru dalam menjalankan tugas profesionalnya sebagai seorang guru.
Hasibuan (2014:1-5) menyatakan bahwa keempat kompetensi sebagaimana telah diuraikan di atas menjadi sangat penting bagi guru karena guru menjadi teladan bagi peserta didik dari berbagai aspeknya. Baik dari segi intelektual, emosional maupun spiritual. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa aspek kecerdasan intelektual guru adalah Kompetensi Profesional. Kecerdasan emosional seorang guru adalah kompetensi pedagogik. Dan aspek spiritual meliputi: 1) Kompetensi Kepribadian dan Kompetensi Sosial.
Menurut Soedijarto (dalam Lubis, dkk., 2011:9) kompetensi pedagogik hendaknya dimiliki oleh seorang guru sebelum menjadi professonal dengan kompetensi sebagai berikut: (1) guru memiliki kemampuan merencanakan program pembelajaran; (2) melaksanakan program pembelajaran; (3) mendiagnosis berbeagai hambatan dan masalah yang dihadapi peserta didik; (4) menyempurnakan program pembelajaran berdasarkan umpan balik yang telah dikumpulkan secara sistematik.
Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang: (1) beriman dan bertaqwa; (2) berakhlaq mulia; (3) arif dan bijaksana; (4) demokratis; (5) mantap; (6) berwibawa; (7) stabil; (8) dewasa; (9) jujur; (10) sportif; (11) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (12) secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; (13) mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. (Lubis, dkk., 2011:9)

Lubis (2011:9-10) Kopetensi sosial merupakan kemampuan guru dalam pergaulan hidupnya sebagai anggota masyarakat. Kompetensi ini setidaknya meliputi 5 (ima) hal yaitu: (1) Berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun. (2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional. (3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, pimpinan lembaga pendidikan dan orang tua atau wali peserta didik. (4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem yang berlaku. (5) Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Seorang guru dapat dikatakan memiliki kompetensi professional jika ia memiliki penguasaan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni budaya. (Lubis, dkk., 2011:10). Kompetensi professional guru sekurang-kurangnya meliputi 2 (dua) hal, yaitu: (1) Menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standard isi program satuan pendidikan, mata pelajaran dan atau kelompok mata pelajaran. (2) Konsep dan metode sistem keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajatan dan atau kelompok mata pelajaran yang diampu.

Sekolah sebagai Sistem Sosial
Budaya adalah sebuah nilai dan norma yang telah mapan dan disepakati bersama oleh sekolompok masyarakat tertentu. Sebagai sebuah produk pemikiran, maka budaya menjadi berbeda-beda antara suatu tempat dengan tempat yang lain. (Kholis & Mursadin, 2015:1)
Kholis & Mursadin (2015:1) dengan merangkum pendapat dari Arifin dan Suriasumantri berpendapat bahwa pendidikan dalam sejarah manusia berjalan dalam 4 (empat) tahapan, yaitu: (1) Pendidikan primitive, yakni pendidikan di mana manusia hanya belajar tentang cara mempertahankan diri dari ancaman alam. (2) Pendidikan yang terwujud kedalam hal-hal yang praktis seperti keterampilan membuat alat-alat untuk mencari dan memproduksi kebutuhan hidup. (3) Keterampilan mengolah hasil yang diperoleh untuk suatu kbutuhan. (4) pendidikan yang mengarah pada pemahan teoritis dan praktis dalam konsep berpikir ilmiah.
Arifin (dalam Kholis & Mursadin, 2015: 1) mengatakan bahwa ada hubungan saling mempengaruhi (interaktif) antara pendidikan dan masyarakat terjadi. Hal ini disebabkan oleh keinginan masyarakat untuk meewujudkan cita-citanya memerlukan sebuah proses pendidikan. Di samping itu pendidikan sendiri di satu sisi mampu untuk mendorong dadn menciptakan masyarakat yang memiliki citi-cita yang lebih maju. pendidika menjadi tujuan kemajuan hidupnya.
Semenjak awal abad ke-20 utamanya setelah terjadinya revolusi industri sosiologi pedidikan mulai dianggap telah banyak membantu dalam memahami kehidupan sosial dan pendidikan manusia. Semenjak itulah maka kajian-kajian sosial pendidikan semakin maju. (Kholis & Mursadin, 2015:2).

download pdf: di sini!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar