Sabtu, 25 Juli 2020

PANITIA QURBAN DAN TANGGUNG JAWABNYA DALAM TINJAUAN FIQIH ISLAM




Berbeda halnya dengan panitia zakat—yang kita sebut sebagai amil zakat—yang sudah ada sejak zaman nabi Muhammad, panitia Qurban merupakan hal dan fenomena baru dalam fiqih Islam. Sebelumnya, baik di masa Nabi Ibrahim, maupun di masa Nabi Muhammad penyembelihan hewan qurban dilaksanakan sendiri-sendiri oleh pihak yang berkurban dan tidak diserahkan atau membentuk panitia.

Dalam hal ini maka menimbulkan hukum yang berbeda dalam fiqih. Amil zakat telah jelas diatur dalam syariat bahwa ia termasuk 8 (delapan) golongan (asnaf) yang berhak menerima (mustahiq) zakat. Adapun panitia qurban tidak demikianlah adanya. Oleh karena itu, maka aturan fiqih mengenai panitia qurban adalah berbeda dengan panitia (amil) zakat. 

Dalam kebiasaan masyarakat, setidaknya kita jumpai bahwa panitia qurban biasanya memiliki tugas salah satu atau dua hal berikut ini: Pertama: panitia qurban menerima hewan qurban dari seseorang atau sejumlah orang, kemudian panitia menyembelihnya jika sudah waktunya. Kedua: panitia menerima sejumlah uang dari seseorang atau sekelompok orang untuk dicarikan hewan qurban yang diinginkan pemberi amanat. Kemudian panitia mencarikan dan menyembelihnya jika sudah waktunya.

Dalam hal ini secara tinjauan hukum fiqih panitia qurban adalah bertindak sebagai penerima wakil dari orang yang berqurban. Hal ini masuk dalam bab wakalah (mewakilkan) dalam hukum fiqih. Maka berlakulah hukum wakalah terhadapnya. Dengan demikian konsekuensinya adalah aturan-aturan fiqih dalam wakalah menjadi berlaku terhadapnya. Wakalah ini di dalam kitab fiqih didefinisikan sebagai berikut ini:

وفى الإصطلاح: تفويض ماله فعله مما يقل النيابة إلى غيره ليحفظه فى حال خيانته.
Artinya:
Wakalah dalam istilah fiqih adalah menyerahkan harta untuk dijalankan, dengan ketentuan bisa dialihkan (perwakilannya) jika pihak yang diserahi perwakilan berkhianat. (Kifayatul Akhyar (1): 325)

Wakalah ini adalah boleh sebagaimana disebutkan di dalam Kifayatul Akhyar berdasarkan ayat Al-Qur’an surah Al-Kahfi (18):19 dan Al-Quran Surah Al-Maidah (5):2. Juga berdasarkan hadits Amr bin Umayyah riwayat Imam Baihaqi. Juga berdasarkan hadits dalam Musnad Ahmad no.: 7379; Hadits Muslim no.:2699; Abu Dawud no.: 3643; At-Tirmidzi no.: 2646 dan 2945. Hadits Ibnu Majah no.: 225. Hadits Abi Hurairah dalam Ibnu Hibban no.: 84, 534 dan 5045.

Transaksi wakalah (perwakilan) ini dalam kegiatan muamalah (ekonomi) harus memenuhi persyaratan dalam 3 (tiga) bagian, yaitu: (1) Al-Waakil (orang yang dikenai amanat perwakilan); (2)  Al-Muwakkal fiih (sesuatu yang diwakilkan); dan (3) Al-Muwakkil (orang yang mewakilkan).
Tidak semua ibadah dalam agama dapat diwakilkan. Ibadah-ibadah badaniyah adalah termasuk suatu ibadah yang tidak dapat diwakilkan pada dasarnya. Namun terdapat beberapa perkecualian dalam beberapa macam ibadah dan penyembelihan hewan qurban adalah salah satu di antaranya. Oleh karenanya maka keberadaan panitia qurban di masa sekarang ini adalah sah adanya. Karena pada prinsipnya ia merupakan akad perwakilan (wakalah). Di dalam kifayatu Akhyar Al-Hishny Ad-Dimasyqi menjelaskan:

لا يصح التوكيل فى العبادات البدنية، لأن المقصود منها الإبتلاء والإختبار، وهو لا يحصل بفعل الغير، ويستثنى من ذلك مسائل، الحج، وذبح الأضاحي، وتفرقة الزكاة، وصوم الكفارات، وركعات الطواف الأخير إذا صلاها تبعا لطواف الحج...

Artinya:
Perwakilan di dalam ibadah badaniyah tidaklah sah, karena maksud dari ibadah salah satunya adalah cobaan dan ujian. Dan ini tidak akan bisa didapatkan bagi seseorang jika dilakukan orang lain. Beberapa masalah dikecualikan dalam hal ini: haji, penyembelihan qurban, penyebaran zakat, puasa kafarat, dan beberapa rokaat tawaf jika shalat dilaksanakan setelah tawaf haji…. (Kifayatul Akhyar, (1):326)

Di antara ketentuan-ketentuan (syarat) perwakilan secara umum adalah: (1) orang yang menerima amanat harus menjaga amanat yang diemban dan tidak diharuskan mengganti jika sesuatu yang diamanatkan tersebut rusak atau hilang tanpa sengaja. Hal ini jika sesuatu yang diwakili itu adalah berupa pengantaran atau pun penerimaan barang. (2) Orang yang mewakili tidak diperkenankan menjual atau membeli (jika perwakilan tersebut berupa transaksi) atas nama dirinya sendiri atau orang lain selain orang yang diwakilinya. (Kifayatul Akhyar(1): 328) 

Berkaitan dengan hewan qurban, maka aturan-aturan dalam amanat tersebut adalah di antaranya adalah sebagai berikut: (a) Panitia harus membelikan hewan qurban seharga sesuai dengan uang atau biaya yang dititipkan. (b) Jika ada kelebihan dari pembelian hewan qurban dari sejumlah uang yang dititipkan, maka sisa uang itu tidak boleh diambil atau digunakan untuk keperluan lain seperti transport atau biaya operasional seperti ongkos penyembelihan, biaya menguliti hewan qurban dan sebagainya. Dikecualikan dari hal demikian adalah jika terdapat kesepakatan sebelumnya. Dan (c) Jika saja panitia tersebut dibentuk oleh ketakmiran masjid, maka juga tidak boleh sisa biaya tersebut masuk pada kas masjid.


R. Ahmad Nur Kholis
(Pamekasan, Jawa Timur)
(E-mail: kholis3186@gmail.com HP/WA: 085233670202)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar